EKBIS.CO, JAKARTA -- Menipisnya cadangan beras pemerintah menimbulkan pertanyaan terhadap hasil dari program pemerintah dalam membuat food estate atau lumbung pangan baru. Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) menilai, semestinya food estate bisa digunakan untuk menjaga cadangan beras tetap optimal dan mencegah adanya fluktuasi harga.
"Situasi saat ini membuat kita jadi bertanya, produksi beras dari food estate itu bagaimana?" kata Koordinator Nasional KRKP, Said Abdullah kepada Republika.co.id, Senin (31/10/2022).
Diketahui, cadangan beras pemerintah atau CBP di Perum Bulog dalam kondisi menipis hingga berada di level sekitar 670 ribu ton, jauh di bawah target pemerintah sebanyak minimal 1,2 juta ton.
Badan Pangan Nasional (NFA) pun telah memerintahkan Bulog agar menyerap gabah petani dengan mekanisme komersial dan mengikuti harga pasar. Pasalnya, acuan harga pembelian yang digunakan Bulog sebesar Rp 4.200 per kg untuk gabah kering panen (GKP) jauh di bawah harga pasar saat ini yang hampir menyentuh Rp 6.000 per kg.
Said pun menuturkan, semestinya produksi dari food estate itu dapat dikuasai pemerintah dan bisa digunakan bagi Bulog sebagai operator pemerintah menyerap dan menjadikannya sebagai cadangan. "Stok Bulog itu kurang karena tidak bisa menyerap produksi petani atau bagaimana? Seharusnya kalau food estate ada Bulog tidak perlu memikirkan soal persaingan harga, kalau itu benar ada," ujar dia.
Sejak 2020 lalu, pemerintah memulai proyek food estate di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang ditargetkan seluas 30 ribu hektare. Program tersebut sempat mendapat kritikan lantaran dilakukan di area lahan gambut yang pernah dilakukan era Soeharto dan gagal.
Selain di Kalteng, Kementerian Pertanian juga membuat sejumlah food estate wilayah lain. Di antaranya Humbang Hasundutan Sumatera Utara yang fokus pada komoditas hortikultura, serta di wilayah NTB dan NTT yang membudidayakan tanaman pangan dan hortikultura.
Lebih lanjut, Said mewanti agar menipisnya cadangan beras tidak bermuara pada keinginan impor beras. Ia berkaca pada isu impor beras awal tahun 2021 lalu yang nyatanya justru menjatuhkan harga dalam negeri dan merugikan para petani di tengah musim panen.
"Ini perlu hati-hati, Bulog harus diberi kekuatan untuk memenuhi kuotanya dengan cara apapun," katanya.