Jumat 18 Nov 2022 17:01 WIB

Pengamat Ingatkan Bulog Sepatutnya Jadikan Impor Beras Opsi Terakhir

Pengamat meminta Bulog gunakan sistem kontrak untuk penuhi cadangan beras

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja menata karung berisi beras di Gudang Perum Bulog, Pulo Brayan Darat, Medan, Sumatera Utara. Langkah impor beras diharap menjadi opsi terakhir bagi Perum Bulog dalam memenuhi target pemenuhan stok cadangan yang tengah menipis. Produksi dalam negeri diyakini masih mencukupi dan dapat diserap Bulog untuk menambah pasokan untuk operasi pasar beras.
Foto: ANTARA FOTO/Fransisco Carolio
Pekerja menata karung berisi beras di Gudang Perum Bulog, Pulo Brayan Darat, Medan, Sumatera Utara. Langkah impor beras diharap menjadi opsi terakhir bagi Perum Bulog dalam memenuhi target pemenuhan stok cadangan yang tengah menipis. Produksi dalam negeri diyakini masih mencukupi dan dapat diserap Bulog untuk menambah pasokan untuk operasi pasar beras.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Langkah impor beras diharap menjadi opsi terakhir bagi Perum Bulog dalam memenuhi target pemenuhan stok cadangan yang tengah menipis. Produksi dalam negeri diyakini masih mencukupi dan dapat diserap Bulog untuk menambah pasokan untuk operasi pasar beras.

Pengamat Pangan, dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mengatakan, peluang impor beras memang bisa menjadi jalan keluar untuk mengamankan stok cadangan. Sebab, konsentrasi pemerintah adalah pemenuhan cadangan beras di Bulog agar mampu melakukan stabilisasi harga dengan operasi pasar di tengah gejolak harga belakangan ini.

Namun, Khudori mengingatkan, berkaca dari proyeksi Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, surplus beras kumulatif hingga akhir 2022 diperkirakan mencapai 5,7 juta ton hingga 5,8 juta ton.

"Saya termasuk yang mendorong untuk tetap mengoptimalisasi serapan dalam negeri sekuat tenaga dan sekuat cara," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (18/11/2022).

Ia menambahkan, proyeksi surplus beras tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu yang mencapai 5,2 juta ton. Hanya saja, akhir 2021 lalu cadangan beras Bulog di atas 1 juta ton begitu pula dengan harga yang cenderung stabil.

Sebelumnya, Bulog menyatakan telah mengamankan stok beras dari luar negeri sebanyak 500 ribu ton. Pasokan tersebut akan didatangkan jika memang diperlukan di tengah menipisnya cadangan beras pemerintah yang tersisa 625 ribu ton.

Namun, tak menjadi masalah jika impor batal dilakukan lantaran kerja sama yang baik yang telah dijalin Bulog dengan para negara mitra.

Khudori menilai, skema yang sama seharusnya dapat dilakukan dengan Bulog berkontrak bersama para pedagang beras di dalam negeri. "Mestinya upaya mengisi stok dengan memobilisasi pengadaan dalam negeri bisa dilakukan dengan pedagang lewat sistem kontrak," ujarnya.

Terlepas dari polemik impor itu, Khudori mengatakan pemerintah di tahun depan harus membuat kebijakan yang terintegrasi antara hulu dan hilir perberasan. Penugasan pengadaan cadangan beras di Bulog harus diimbangi dengan kepastian penyaluran.

Pasalnya, menipisnya stok saat ini tak lepas dari langkah Bulog yang mengurangi pengadaan beras lantaran tak lagi memiliki pasar yang pasti setelah disetopnya program bantuan beras di mana Bulog sebagai penyalur tungal. Hal itu mengakibatkan pembengkakan biaya perawatan beras dan potensi penurunan mutu beras akibat tersimpan di gudang dalam waktu lama.

"Apakah Bulog salah? Tidak sepenuhnya salah, karena pemerintah juga tidak memberikan kepastian outlet penyaluran beras," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement