EKBIS.CO, SURAKARTA -- Langkah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membentuk Holding BUMN Danareksa pada Juli lalu, mulai memperlihatkan hasilnya. Hal ini terlihat dari capaian pendapatan konsolidasi yang mengalami peningkatan. Pada 2020, laba bersih konsolidasi tercatat sebesar Rp 468,6 miliar dan menjadi Rp 796 miliar pada 2021.
"Tahun lalu, laba bersih konsolidasi Rp 796 miliar, sekarang di kuartal III sekitar segitu juga. Di akhir tahun prognosa (sektor) kawasan industri saja sudah sekitar Rp 800 miliar, lalu PPA sekitar Rp 400 miliar. Keinginan kita (laba bersih konsolidasi) bisa mendekati Rp 1 triliun pada akhir tahun dan itu progres cukup baik," ujar Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Arisudono Soerono saat media gathering Holding BUMN Danareksa di Hotel Swiss-Bel, Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), Senin (28/11).
Ari menyampaikan, catatan tersebut selaras dengan target pembentukan holding menjadi perusahaan spesialis transformasi berstandar dan berskala internasional. Dengan begitu, lanjut Ari, Danareksa dapat menambah kontribusi positif melalui penciptaan nilai tambah, transformasi model, dan proses bisnis, hingga peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Berbeda dengan Holding BUMN lainnya, ucap Ari, Holding BUMN Danareksa beranggotakan perusahaan lintas sektor yang terdiri atas empat subklaster, yakni Subklaster Jasa Keuangan diisi oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), PT Danareksa Finance dan PT Danareksa Capital; Subklaster Kawasan Industri yang meliputi PT Kawasan berikat Nusantara (KBN), PT Kawasan Industri Medan (KIM), PT Kawasan Industri Makassar (KIMA), PT Kawasan Industri Wijayakusuma, PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP); Subklaster Media dan Teknologi seperti PT Balai Pustaka, PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI), dan PT Jalin Pembayaran Nusantara; serta Subklaster kontruksi seperti PT Nindya Karya.
Ari menyampaikan langkah transformasi holding berfokus pemulihan kondisi BUMN yang 'sakit' dan melakukan optimalisasi terhadap anggota holding yang sehat. Untuk itu, ucap Ari, PPA mengemban tugas melakukan restrukturisasi dalam menangani 21 BUMN yang sakit, di mana tujuh BUMN di antaranya telah resmi ditutup. Sementara, Danareksa bertugas melakukan revitalisasi guna meningkatkan nilai tambah anggota holding.
"Danareksa fungsinya menguatkan perusahaan yang sudah sehat, tapi karena mereka kecil-kecil jadi terlihat seperti tidak menarik. Padahal, meski kecil-kecil tapi punya peluang bisnis. Contohnya, Nindya Karya awalnya direstrukturisasi di PPA, lalu (setelah sehat) diserahkan ke Danareksa untuk direvitalisasi sehingga bisa bersaing dengan (BUMN) karya lain," lanjut Ari.
Untuk itu, Ari menyampaikan Danareksa melakukan transformasi bisnis dan memperkuat sinergi antar anggota holding. Dengan ekosistem tersebut, ucap Ari, anggota holding bisa saling mendukung sesuai spesifikasi seperti pendanaan, konstruksi, konsultan konstruksi, hingga pasokan air untuk kawasan industri.
"Jadi banyak sinergi di antara kita. Tujuan kita ingin menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan bagi seluruh anggota holding," sambung Ari.
Direktur Investasi PT Danareksa Chris Soemijantoro menyampaikan proses transformasi holding Danareksa sangat menantang mengingat beranggotakan berbagai macam sektor industri. Chris mengatakan tugas holding bertujuan meningkatkan kinerja anggota holding.
"Kita membagi berdasarkan portofolio dan bagaimana kita mampu melakukan create value. Masih banyak unlock value yang belum dilakukan dan ini yang ingin kita lakukan," kata Ari.
Chris mencontohkan, upaya transformasi digital dan model bisnis untuk kawasan industri yang ada dalam Holding Danareksa. Chris menyampaikan holding mendorong kawasan industri beradaptasi dengan perkembangan zaman melalui pengelolaan kawasan yang lebih baik, menerapkan energi baru terbarukan (EBT), hingga digitalisasi.
Chris menyebut, persoalan kawasan industri selama ini terletak pada standardisasi, keterbatasan lahan, dan kurangnya pengembangan bisnis.
"Ini yang coba kita ubah, kawasan industri dari yang jualan lahan menjadi jualan service," ujar Chris.
Chris mengatakan, kawasan industri memiliki potensi lebih besar jika mampu adaptif dan juga inovatif. Chris menyebut laba bersih enam kawasan industri dalam holding pada 2020 tercatat hanya sekitar Rp 187 miliar. Kemudian, tumbuh hingga Rp 517 miliar pada tahun lalu.
"Tahun ini, prognosa sudah hampir Rp 900 miliar hanya kawasan industri. Bayangkan kita belum unlock value semua. Setelah terbentuknya holding kelihatan, dampaknya juga ke anggota holding lain, seperti Nindya Karya menggarap infrastruktur di kawasan industri tersebut," kata Chris menambahkan.