Kamis 01 Dec 2022 23:36 WIB

Pengawas Perdagangan: Migrasi BPA tidak Dipersyaratkan dalam Uji SNI

Ahli meminta Kemendag memasukkan BPA dalam daftar uji SNI

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Air minum dalam berbagai kemasan, ilustrasi. Pengawas Perdagangan di Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan (Kemendag), Binsar Yohanes M Panjaitan mengatakan, migrasi BPA tidak dipersyaratkan dalam pengujian mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) gallon polikarbonat (plastik keras).
Air minum dalam berbagai kemasan, ilustrasi. Pengawas Perdagangan di Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan (Kemendag), Binsar Yohanes M Panjaitan mengatakan, migrasi BPA tidak dipersyaratkan dalam pengujian mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) gallon polikarbonat (plastik keras).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pengawas Perdagangan di Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan (Kemendag), Binsar Yohanes M Panjaitan mengatakan, migrasi BPA tidak dipersyaratkan dalam pengujian mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) gallon polikarbonat (plastik keras). 

Dari daftar parameter uji yang disampaikan Binsar, SNI, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 69 Tahun 2018, juga tidak ada kriteria terkait masa atau usia pakai galon polikarbonat.

Sementara itu, Koordinator Kelompok Substansi Standardisasi Bahan Baku, Kategori, Informasi Produk, dan Harmonisasi Standar Pangan Olahan BPOM, Yeni Restiani, mengatakan, BPA berpotensi bermigrasi dari galon ke air. Potensi itu makin besar jika galon digunakan ulang tanpa batas masa atau usia pakai. 

Galon yang terus dicuci dengan air bersuhu lebih daripada 75 derajat Celcius dan disikat bisa memicu migrasi. Risiko bertambah lagi apabila galon-galon guna ulang itu disimpan di bawah sinar matahari langsung atau dekat dengan benda-benda berbau tajam dalam waktu yang lama. "Itu adalah faktor-faktor yang memengaruhi risiko migrasi BPA ke produk pangan," kata Yeni dalam sebuah workshop di Jakarta, belum lama ini.

BPA adalah singkatan dari Bisfenol A, salah satu senyawa kimia pembentuk (monomer) plastik polikarbonat—jenis plastik yang kita kenal dengan karakternya yang keras dan kuat. Hampir 70 persen produksi BPA digunakan untuk membuat polikarbonat sementara 30 persen sisanya untuk menghasilkan resin epoksi (material pelapis kaleng agar tak berkarat).

Ahli ekonomi dan bisnis Universitas Indonesia, Tjahjanto Budisatrio menyebutkan, industri AMDK, khususnya galon, sebagai industri yang tak diatur (unregulated industry). "Ini problem. Ketika tak diregulasi, industri kayak hukum rimba," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (1/12/2022).

Menurut Tjahjanto, BPA merupakan ekternalitas negatif dari produk AMDK galon polikarbonat karena Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), melalui uji sampel di lapangan, telah menemukan bukti migrasi BPA. Oleh karena itu, sudah sewajarnya, selain BPOM mewajibkan pelabelan pada AMDK galon polikarbonat, Kementerian Perdagangan juga memasukkan BPA ke dalam daftar parameter uji mutu SNI. "Harusnya ada BPA dalam SNI karena BPA kan sudah ada ambang batas amannya," katanya.

Yang dimaksud Tjahjanto adalah ambang batas aman migrasi BPA sebesar 0,6 bpj (bagian per juta) yang telah ditetapkan di dalam peraturan BPOM. Mempertimbangkan hasil uji lapangan yang dilakukan BPOM, Tjahjanto makin melihat pentingnya BPA dimasukkan ke dalam daftar kriteria uji SNI.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement