EKBIS.CO, JAKARTA -- Kekalahan Indonesia di WTO (World Trade Organisation) dalam gugatan soal komoditas nikel menunjukkan bahwa ada kekuatan global yang terus memaksa Indonesia untuk melakukan ekspor bahan mentah. Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, mendesak agar Indonesia mengubah kebijakan (policy) perdagangan global.
"Pembatasan/pelarangan ekspor bahan mentah merupakan policy nasional kita untuk mendorong kepentingan hilirisasi industri dalam negeri. Namun, pemaksaan ekspor ini malah akan menguntungkan negara-negara lain, khususnya Bara. Indonesia kini perlu melakukan perubahan policy perdagangan global, bahkan melakukan pergeseran orientasi hubungan luar negeri," kata Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ahad, (4/12/2022).
"Sekarang kita lihat juga bagaimana negara-negara barat sepakat membatasi harga minyak Rusia menjadi 60 dollar/barrel. Sebagai "balasan" atas policy OPEC+ yang mengurangi produksi minyak mereka sebanyak 2 juta barrel/hari," lanjut Muhaimin.
"Model persekutuan dagang berbasis produsen komoditi seperti OPEC itu mendesak untuk kita lakukan. Semacam aliansi antarnegara berbasis komoditi. Misalnya untuk batubara, kita bisa membangun persekutuan dengan Afrika Selatan, Rusia, Australia sebagai sesama produsen. Untuk nikel bisa dengan Caledonia, Filipina. Untuk gas bisa dengan Qatar, UEA, Kazakhstan, Rusia. Agar stabilitas harga dan pasokan terjamin. Juga lebih mandiri menentukan kuantitas ekspor," tambahnya.
Muhaimin menegaskan, Indonesia merupakab produsen nikel dan sawit terbesar dunia, penghasil timah nomor 2 dunia, nomor 4 di batubara dunia, pemilik cadangan gas terbesar se Asia Pasifik serta produsen karet nomor 6. "Maka, kalau kita tidak bersekutu dengan sesama produsen, maka kita akan terus jadi sasaran pemaksaan dan blackmail dari negara-negara barat. Lha wong barangnya punya kita kok mereka yang maksa-maksa?'' ujarnya.