EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mencatat realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 defisit senilai Rp 237,7 triliun per 14 Desember 2022. Adapun realisasi ini setara 1,22 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan defisit terjadi karena realisasi pendapatan negara sebesar Rp 2.479 triliun dan belanja negara Rp 2.717,6 triliun. Menurutnya defisit juga menandakan pengelolaan APBN telah optimal sebagai shock absorber.
"Defisit ini jauh lebih kecil dari yang diindikasikan atau direncanakan yang tertuang di dalam Perpres 98/2022 sebesar Rp 840,2 triliun atau 4,5 persen PDB dari realisasi periode sama tahun lalu senilai Rp 617,4 triliun atau 3,64 persen dari PDB. Defisit menggambarkan APBN menjadi sehat kembali,” ujarnya saat konferensi pers APBN KiTA, Selasa (20/12/2022).
Jika dibandingkan periode yang sama 2021, Sri Mulyani menyebut angka defisit juga mengalami penurunan 61,5 persen. Per 14 Desember 2021, realisasi defisit APBN sebesar Rp 617,4 persen atau 3,64 persen dari PDB.
Melalui Perpres 98/2022, defisit APBN 2022 yang semula dirancang senilai Rp 868 triliun atau 4,85 persen dari PDB, telah diturunkan menjadi Rp 840,2 triliun atau 4,5 persen dari PDB.
Sri Mulyani menyebut pendapatan negara per 14 Desember 2022 mengalami pertumbuhan 36,9 persen. Dia mencatat pendapatan negara sebesar Rp 2.479 triliun utamanya ditopang oleh penerimaan perpajakan.
Belanja negara tumbuh 11,9 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2.429,4 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.967,9 triliun atau naik 16,2 persen dan transfer ke daerah sebesar Rp 749,7 triliun atau 1,9 persen.
Secara rinci, belanja negara terdiri dari belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 954,4 triliun atau terkontraksi 6,7 persen (yoy) dan belanja non kementerian/lembaga sebesar Rp 1.013,5 triliun atau naik 51 persen.
Sri Mulyani menjelaskan tingginya realisasi belanja non kementerian/lembaga disebabkan besarnya pengeluaran khusus subsidi dan kompensasi bagi masyarakat, yakni senilai masing-masing Rp 206,9 triliun dan Rp 268,1 triliun.
"Kondisi ini menggambarkan APBN bekerja sangat keras melindungi masyarakat melalui belanja kementerian/lembaga dan non kementerian/lembaga," ucapnya.
Dengan defisit yang rendah, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut realisasi pembiayaan anggaran pun turun drastis sebesar 28,5 persen menjadi Rp 469,8 triliun dari Rp 656,8 triliun. Keseimbangan primer sebesar Rp 129 triliun atau turun 145 persen (yoy) dari minus Rp 286,7 triliun, serta terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) sebesar Rp 232,2 triliun.
"Defisit kita turun sangat drastis dari 3,64 persen menjadi 1,22 persen dari GDP. Ini dinamika siklus yang sifatnya positif dari APBN ke ekonomi, dan ekonomi kembali ke APBN," ucapnya.