Ahad 25 Dec 2022 17:49 WIB

Akademisi IPB: Bulog Gagal Serap Gabah Petani Akibatkan Harga Beras Naik

Bulog sedikit sekali atau gagal menyerap gabah petani saat musim panen raya 2022.

Red: Karta Raharja Ucu
Gudang beras Bulog. Bulog sedikit sekali atau gagal menyerap gabah petani saat musim panen raya 2022.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Gudang beras Bulog. Bulog sedikit sekali atau gagal menyerap gabah petani saat musim panen raya 2022.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prima Gandhi mengungkapkan harga beras naik di akhir 2022 yang menjadi alasan Bulog mengimpor beras. Alasannya karena cadangan beras pemerintah di Bulog itu sendiri sangat sedikit untuk mempenetrasi harga yang ada di lapangan sehingga bukan karena produksi menipis. Penyebabnya karena Bulog sedikit sekali atau gagal menyerap gabah petani saat musim panen raya 2022.

"Buka data Bulog yang pernah dipaparkan dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV, saat musim panen raya, di mana bulan Maret hanya membeli gabah 41 ribu ton. Kita harus percaya dan benar-benar merujuk pada data produksi atau stok beras yang dirilis BPS, dimana stok beras dalam negeri benar-benar tersedia," kata Prima Gandhi di Bogor, Sabtu (24/12/2022).

Wakil Direktur Sekolah Vokasi IPB Kampus Sukabumi ini menyebutkan rencana impor beras dari Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dengan alasan stok beras 2022 di Bulog per 22 November 2022 hanya 594.856 ton, sementara Bulog harus memiliki Cadagan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 1,2 juta ton. Padahal, jika merujuk data BPS yang dirilis pada Oktober 2022, total luas panen padi 2022 diperkirakan 10,61 juta hektar atau naik 1,87 persen dari 2021 dan diperkirakan total produksi beras 32,07 juta ton, meningkat 2,29 persen dari produksi tahun lalu.

"Konsumsi beras per tahun 30,20 juta ton, sehingga dari total produksi 2022 terdapat surplus 1,87 juta ton dan surplus kumulatif 11,64 juta ton. Dan saat puncak panen raya 2022, menghasilkan beras pada April itu sebesar 10,15 juta ton," kata dia.

Ia berpendapat, seharusnya di musim panen raya itu Bulog secara optimal menyerap gabah atau beras, menyerapnya sangat bisa sampai satu sampai dua juta ton. Bukan malah mau serap di akhir tahun yang bukan musim panen, tentu berasnya sedikit atau susah di lapangan. "Di akhir tahun justru Bulog bekerja untuk menstabilkan pasar," ucap Gandhi.

Gandhi mengungkapkan data FAOSTAT 2020 mencatat Indonesia merupakan produsen beras ke 4 terbesar dunia dengan produksinya 54,65 juta ton padi. Dengan demikian, pastinya ketersediaan beras dalam negeri tercukupi.

"Dalam ilmu ekonomi kan kita tahu, ketika pasokan tersedia, maka harga tidak mungkin naik, namun harganya walaupun terjadi naik turun tapi dalam kewajaran," katanya.

"Kita cukup tahu lah bagaimana manisnya yang didapat dari impor beras. Tidak perlu kerja capek-capek, berpanas-panasan seperti petani,” imbuh Gandhi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement