EKBIS.CO, JAKARTA -- Rektor IPB University, Arif Satria, menyampaikan, IPB sejak Agustus telah memproyeksi adanya potensi penurunan produksi beras tahun ini. Produksi amat dipengaruhi oleh berbagai sebab, ditambah adanya guncangan perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga pupuk dan energi dunia.
"IPB sudah prediksi sejak Agustus bahwa akan terjadi penurunan produksi 0,68 persen kalau dalam 3-4 bulan tidak ada effort maksimal," kata Arif dalam yang juga sebagai Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dalam webinar, Selasa (27/12/2022).
Menurut Arif produksi tahun ini tentunya masih dapat mengalami kenaikan sekitar 1 persen sehingga harga dapat lebih terkendali. "Kalau ada terobosan khusus dari pemerintah," katanya.
Ia mengatakan, kebijakan perberasan nasional akan sangat sensitif terhadap ekonomi dan politik karena menjadi komoditas strategis. Produksi beras sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel, seperti konversi lahan yang selalu terjadi.
Adanya konversi lahan memaksa sektor pertanian untuk bisa memacu produktivitas sehingga pengurangan lahan bisa diantisipasi dan produksi dapat terus ditingkatkan mememenuhi kebutuhan penduduk.
Di satu sisi, faktor perang Rusia-Ukraina yang secara nyata berdampak pada kenaikan harga pupuk cukup menjadi kendala bagi petani di Indonesia.
"Ini menjadi sumber disrupsi pangan global sehingga menjadi tantangan. Memacu produktivitas menjadi keniscayaan," kata dia.
Di sisi lain, penggunana varietas unggul harus terus disosialisasikan kepada para petani. Temuan-temuan varietas padi unggul yang bisa menghasilkan hingga 12 ton per hektare (ha) membutuhkan diseminasi secara intensif agar diketahui petani.
"Diseminasi tidak mudah karena itu soal perilaku yang dibutuhkan untuk varietas-varietas baru. Petani butuh adaptasi dan pendampingan," ujarnya.
Arief mengatakan bersama para rektor se-Indonesia telah beromitmen untuk ikut terlibat mengamankan pangan. Pihaknya telah mengkoordinasikan para rektor agar membantu mendukung ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai program yang bisa dijalankan di wilayah masing-masing.
Deputi Statistik Distribusi, Habibullah, menyampaikan, perdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) yang dihitung BPS terdapat potensi surplus beras sebesar 1,74 juta ton tahun ini. Namun, angka surplus itu merupakan akumulasi sejak Januari hingga Desember.
"Sedangkan surplus tiap bulan itu fluktuasi, inilah persoalannya. Saat bulan panen dibutuhkan pengelolaan manajemen logistik, tapi clear soal pendataannya," kata dia.
Pada 2023 BPS akan melakukan Sensus Pertanian yang ketujuh. Dalam penghitungannya nanti, BPS akan mengacu kepada FAO sehingga data yang disajikan nantinya akan jauh lebih lengkap tentang kondisi pertanian Indonesia.