EKBIS.CO, JAKARTA -- Inflasi sepanjang 2022 sebesar 5,51 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Badan Pusat Statistik pun menyebutkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tingkat inflasi tidak semakin meningkat pada tahun ini.
"Kalau dilihat secara umum, kita bisa belajar dari inflasi 2022. Di mana penyebab utamanya itu kan kenaikan harga energi, karena kalau energi terus alami tekanan, dampaknya luas ke berbagai sektor baik pangan dan sebagainya," ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers yang dipantau Republika.co.id secara virtual, Senin (2/1/2023).
Kedua, lanjutnya, pergerakan harga pangan atau volatile food. Ia menjelaskan, harga bergejolak disebabkan pola musiman, terutama pada produk hortikultura.
Ketiga, kata dia, yaitu kebijakan pemerintah setelah harga bahan bakar minyak (BBM) naik. "Kenaikan energi akan pengaruhi sektor-sektor lainnya dan komoditas yang terganggu cuaca," tutur Margo.
Ia menegaskan, perlu diperhatikan bagaimana pemerintah menyesuaikan atau mengatur harga berbagai komoditas lain pascakenaikan BBM. Margo menegaskan, BPS bukanlah lembaga yang melakukan prediksi, melainkan mencatat yang sudah terjadi.
"Hanya saja pengelolaan inflasi pada 2023 bisa berkaca dengan peristiwa yang terjadi pada 2022," katanya.
Margo menambahkan, bensin menyumbang inflasi sepanjang tahun lalu sebesar 1,15 persen, sementara solar menyumbang 0,04 persen.
“Kenaikan harga BBM pada September 2022 lalu membuat bensin menyumbang inflasi secara tahunan 2022 sebesar 1,15 persen. Ini komoditas penyumbang tertinggi,” jelas dia.
Inflasi bensin mencapai 32,67 persen dan solar mencapai 35,94 persen sepanjang 2022. Selain bensin, inflasi pada 2022 juga disebabkan kenaikan harga bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan udara, beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, dan harga kontrak rumah.
Dirinya mengungkapkan, inflasi 2022 sebesar 5,51 persen menjadi inflasi tertinggi sejak 2014. Pada saat itu inflasi mencapai 8,36 persen karena pemerintah menaikkan harga BBM.