EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepak sayap emiten maskapai kebanggaan Indonesia, PT Garuda Indonesia sempat tak 'mengudara' di lantai bursa akibat suspensi sejak 18 Juni 2021. Saham GIAA terakhir kali diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 17 Juni 2021 atau 16 bulan lalu.
Beragam persoalan, mulai dari buruknya tata kelola, perilaku koruptif, hingga inefisiensi menjadi sejumlah faktor yang menggerus kinerja Garuda selama ini. Kondisi ini diperparah dengan kehadiran pandemi yang kian memukul aktivitas bisnis Garuda. Lewat sejumlah inisiatif, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan Garuda melalui langkah restrukturisasi hingga perubahan model bisnis.
Perlahan tapi pasti, langkah Erick dan tim mulai membuahkan hasil. Garuda kembali mengudara di pasar bursa pada Selasa (3/1/2023). Aksi comeback Garuda langsung menembus batas atas (Auto Reject Atas atau ARA) pada posisi Rp 224 per lembar saham. Posisi harga itu membuat maskapai kelas premium ini bertengger dengan peningkatan harga sejak dibuka perdagangan dan memberikan cuan bagi pemegangnya di level 9,8 persen. Dibuka di level Rp 204 per lembar saham, GIAA sempat tertekan hingga menyentuh level terendah di Rp 190 per lembar saham.
Bagi Erick, kembalinya Garuda di perdagangan saham merupakan pertanda baik dan menjadi salah satu bukti kepercayaan serta apresiasi publik terhadap upaya-upaya bersama pemerintah dan manajemen Garuda Indonesia dalam melakukan restrukturisasi. Dia menilai, langkah restrukturisasi dan pemenuhan seluruh syarat perjanjian perdamaian merupakan kabar menyegarkan. Ia berharap hal itu akan menjadi pijakan bagi investor untuk terus menanamkan modalnya.
"Alhamdulillah, transformasi Garuda Indonesia semakin baik dan semakin terlihat. Mulai dari manajemen, keuangan, hingga pelayanan akan terus meningkatkan kualitasnya agar Garuda bisa terbang lebih tinggi," ujar Erick di Jakarta, Selasa (3/1/2022).
Angin segar
Belakangan ini, banyak angin segar yang membuat Garuda sanggup terbang kembali. Kabar menggembirakan itu berasal dari paket langkah strategis demi memenuhi kewajiban perjanjian perdamaian Garuda telah terpenuhi secara lengkap. Dengan demikian, Garuda siap mengimplementasikan perjanjian perdamaian secara efektif mulai 1 Januari 2023.
Paket persyaratan homologasi perjanjian damai Garuda itu, antara lain penerbitan surat utang baru dan surat utang berbasis syariah (Sukuk) baru pada 28 dan 29 Desember 2022. Sebelumnya, langkah strategis yang juga telah dipenuhi adalah realisasi dana Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 7,5 triliun, kemudian penerbitan saham baru atau rights issue dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), selanjutnya Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD).
Pada pekan lalu, Erick menegaskan pencapaian langkah-langkah strategis itu merupakan bagian dari restrukturisasi terbesar dan terkompleks dalam sejarah korporasi Indonesia.
"Seluruh rangkaian pemenuhan kewajiban homologasi selesai dilaksanakan kemarin, setelah rights issue tuntas, termasuk partial debt to equity conversion, dan ditutup dengan penerbitan sukuk tranche baru mengganti sukuk lama yang direstukturisasi. May Garuda fly high again, this time with sustainability and profitability," ucap Erick.
Intensif sejak 2021
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk resmi merampungkan proses restrukturisasi yang terus diintensifkan sejak akhir 2021. Terbitnya surat utang dan sukuk baru merupakan rangkaian akhir dari aksi korporasi strategis yang dilaksanakan Garuda untuk mencapai tanggal efektif berdasarkan perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 27 Juni 2022.
Efektivitas dari seluruh ketentuan perjanjian perdamaian ini melengkapi implementasi berbagai tahapan fundamental lainnya, yang telah dicapai oleh Garuda melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Bertepatan dengan momentum penutup tahun, Garuda berhasil merealisasikan komitmennya dalam pemenuhan kesiapan realisasi perjanjian perdamaian, sebagai bagian dari tahapan krusial dalam merampungkan proses restrukturisasi," ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra.
Irfan menyampaikan, sejumlah tahapan strategis telah dilalui Garuda dalam merampungkan proses restrukturisasi ini, mulai dari perolehan putusan homologasi atas perjanjian perdamaian oleh PN Jakarta Pusat, termasuk memaksimalkan langkah renegosiasi beban sewa pesawat, restrukturisasi utang jangka panjang, serta instrumen kewajiban usaha lainnya.
Selain itu, maskapai pelat merah itu juga secara resmi telah menerima dana PMN senilai Rp 7,5 triliun sebagai dukungan terhadap langkah penyehatan kinerja Garuda sebagai national flag carrier.
PMN tersebut berkaitan dengan langkah right issue dengan memberikan HMETD sebanyak 39.788.136.675 lembar saham atau senilai Rp 7,79 triliun. Itu meliputi realisasi PMN serta partisipasi pemegang saham lainnya.
Tahapan ini yang kemudian dilanjutkan dengan PMTHMETD, yaitu Garuda telah melakukan pendistribusian saham dalam rangka konversi utang sebesar 25.806.070.908 lembar saham atau senilai Rp 5,05 triliun, termasuk realisasi Obligasi Wajib Konversi.
Irfan mengatakan, dengan serangkaian pendistribusian saham baru tersebut, Garuda saat ini memiliki komposisi kepemilikan saham yang terdiri atas kepemilikan pemerintah sebesar 64,54 persen, Trans Airways 7,99 persen, saham publik 4,83 persen, serta saham kreditur 22,63 persen.