Rabu 18 Jan 2023 19:58 WIB

Hilirisasi Sampai Tahan DHE, Ini Jurus Pemerintah Supaya Ekonomi Tetap Melaju

Di tengah ketidakpastian, pemerintah tetap optimistis, waspada, dan antisipatif.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai memimpin Rapat Komite Cipta Kerja mengenai Rencana Pelaksanaan Program Kartu Prakerja Skema Normal Tahun 2023, Kamis (5/1/2023). Pemerintah juga menyiapkan berbagai strategi dan kebijakan agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen year on year (yoy) pada tahun ini bisa tercapai.
Foto: Dok Republika
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai memimpin Rapat Komite Cipta Kerja mengenai Rencana Pelaksanaan Program Kartu Prakerja Skema Normal Tahun 2023, Kamis (5/1/2023). Pemerintah juga menyiapkan berbagai strategi dan kebijakan agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen year on year (yoy) pada tahun ini bisa tercapai.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menghadapi prediksi kondisi perekonomian global pada 2023 yang penuh ketidakpastian, pemerintah mengaku tetap optimis, waspada, dan antisipatif. Pemerintah juga menyiapkan berbagai strategi dan kebijakan agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen year on year (yoy) pada tahun ini bisa tercapai.

“Kalau kita bicara global, memang global masih ada awan hitam. Bahkan, Managing Director IMF mengatakan Indonesia itu the bright sight in the dark. Tentu Indonesia berharap, karena kita punya resiliensi selama penanganan pandemi covid, ini juga berharap punya resiliensi untuk di 2023 ini,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran pers, Rabu (18/1/2023).

Baca Juga

Dari sisi manufaktur, kata dia, PMI Manufaktur Indonesia masih berada di level ekspansif 50,9 pada Desember 2022 atau naik dibandingkan November 2022 yang tercatat sebesar 50,3. Guna menjaga kinerja sektor manufaktur, Airlangga mengatakan pemerintah perlu optimistis, tetap menjaga permintaan, serta melakukan tindak lanjut hilirisasi dan pengembangan ekosistem pada sektor manufaktur.

Sedangkan dari sektor riil, lanjutnya, pemerintah akan meningkatkan kinerja industri berorientasi ekspor yang semakin berdaya saing. Saat ini terdapat tiga primadona ekspor Indonesia yakni nikel, kelapa sawit dan turunannya, serta batu bara.

Sebelumnya, lanjut dia, pemerintah juga telah menetapkan kebijakan larangan ekspor bauksit yang akan berlaku mulai Juni 2023. Mengingat sebagian besar kebutuhan alumina masih impor, pembangunan smelter di dalam negeri menjadi prospek menjanjikan. 

Guna mendorong percepatan pembangunan smelter, pemerintah akan mengidentifikasi dan merumuskan dukungan kebijakan terutama terkait kebijakan insentif fiskal. “Karena memang harga bauksit itu relatif rendah, di bawah 60 dolar AS. Hanya saja kalau dia sudah menjadi aluminium bisa di atas 2.300 dolar AS, jadi nilai tambahnya luar biasa. Kedua, pemerintah menyadari sebagian daripada eksportir itu melakukan investasi yang tidak sepenuhnya direalisasikan,” ujar Airlangga.

Ia turut menyinggung mengenai ketetapan lama periode menahan valas dan sanksi Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diatur dalam PBI Nomor 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor dan PP Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. “Kalau devisanya parkir di negara sendiri, seperti Thailand itu mewajibkan tiga bulan, itu akan memperkuat cadangan devisa kita dan akan memperkuat kurs rupiah, inilah yang diperlukan di 2023," tuturnya.

Dengan ekspor yang baik, kata dia, Indonesia minta dolar AS pulang dan dolar AS pulang ke sini dengan tingkat suku bunga tertentu dari sistem perbankan yang ditopang oleh Bank Indonesia (BI). "Memang ada permintaan BI, PP terkait dengan devisa ini direvisi. Kami sedang mempersiapkan itu,” jelas dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement