Oleh Subroto, Wartawan Republika
EKBIS.CO, Perkembangan teknologi memaksa Andi Nur Aminah (50 tahun) untuk menyesuaikan diri. Pemilik usaha kuliner Inakke Kitchen ini mengunakan Whatsapp dan media sosial seperti Instagram dan Facebook untuk untuk memaksimalkan bisnis rumahannya.
“Medsos sangat membantu saya untuk menjangkau pelanggan ataupun calon pelanggan,” tutur Ina, begitu dia biasa disapa, kepada Republika, Kamis (19/1/2023).
Ina mengembangkan kuliner khas Makassar. Ada pisang ijo, coto Makassar, jalangkote, dan lainnya. Usaha yang sudah dirintisnya sejak 2015 itu masih bertahan sampai sekarang. Dia pun kini menambahkan minuman kekinian dessert bottle, yang membidik kalangan milenial.
Saat belum memakai teknologi digital, dia mengaku penjualan produknya hanya terbatas teman-teman dekat saja. Juga event, misalnya bazar. “Dengan memanfaatkan teknologi digital ini manfaatnya sangat banyak. Saya berusaha mengoptimalkan medsos untuk berjualan,” tuturnya.
Ratu Ratna Damayanti juga mengaku bisnis rumahan kue pie yang dirintisnya sejak 2016 sampai sekarang dipasarkan dan didistribusikan secara online. Dia mengaku teknologi digital ini sangat mendukung pemasaran dan penjualannya.
“Saya hampir memiliki atau menggunakan semua platform sosial media untuk pemasaran dan publikasi seperti Instagram bisnis, Facebook bisnis. Kemudian website, Twitter, dan juga marketplace dan juga sarana penjualan online lainnya seperti Gofood,” tutur pemilik jenama Zeytin Pie itu.
Tidak hanya untuk publikasi pemasaran, Mia begitu dia biasa disapa, juga menggunakan teknologi digital untuk order bahan baku dan kemasan produk.
“Semua platform media sosial ini benar-benar saya gunakan sebagai etalase produk dan upaya untuk mendekatkan produk saya kepada pasar,” tuturnya.
Manfaat yang paling dia rasakan dengan menggunakan teknologi digital sebagai alat pemasaran di antaranya dari sisi jangkauan pasar. “Sekali kita taruh di sosial media, jangkauannya bisa lintas kota lintas provinsi,” akunya.
Selain itu, dari sisi biaya, menjadi sangat murah dan efisien. Mia membandingkan jika membuka toko. Dia memerinci, biaya yang akan dikeluarkan berupa sewa tempat, gaji pegawai, service charge, dan lain-lain. ”Dengan memakai sosial media, dengan budget Rp 1 juta hasilnya sudah seabrek-abrek,” terangnya.
Sudah banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengembangkan bisnisnya dengan menggunakan teknologi digital berbasis internet seperti Ina dan Mia. Pemanfaatan teknologi digital memberikan berbagai keuntungan berupa perluasan pasar, peningkatan pendapatan, menghemat biaya promosi, memudahkan transaksi, dan peluang mengembangkan bisnis.
Tapi tidak semua pelaku UMKM, terutama yang kecil yakni ultramikro dan mikro, bisa memanfaatkan teknologi digital. Ina mengaku masih banyak pelaku usaha yang belum melek teknologi, alias gaptek.
“Jadi memang butuh waktu untuk berlatih agar penggunaan teknologi digital bisa maksimal,” tutur Ina yang juga Ketua UMKM Bosama, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat.
UMKM memainkan peran yang cukup signifikan dalam mendorong perekonomian. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam Seminar bertajuk “Digitalisasi UMKM Perempuan dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi” beberapa waktu lalu mengatakan, UMKM menyumbang 61,1 persen PDB nasional dan mendominasi 99 persen lebih unit usaha di Indonesia. UMKM juga mendukung 14,7 persen ekspor dan membuka 97 persen lapangan kerja.
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, jumlah UMKM di Indonesia setara dengan 99,99 persen dari total usaha di Indonesia. Jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah mencapai 65,47 juta unit pada 2019. Jumlah tersebut mencapai 99,99 persen dari total usaha yang ada di Indonesia.
Secara rinci, sebanyak 64,6 juta unit merupakan usaha mikro. Jumlahnya setara dengan 98,67 persen dari total UMKM di seluruh Indonesia. Sebanyak 798.679 unit merupakan usaha kecil. Proporsinya sebesar 1,22 persen dari total UMKM di dalam negeri. Sementara, usaha menengah hanya sebanyak 65.465 unit. Jumlah itu memberi andil sebesar 0,1 persen dari total UMKM di Indonesia.
Selama pandemi, Yustinus mencatat transaksi digital di Indonesia cenderung meningkat. Pada 2020, transaksi e-commerce tercatat naik 29,6 persen, dari Rp 205,5 triliun pada 2019 menjadi Rp 266,3 triliun di 2020. Lalu, di 2021 total nilai transaksi e-commerce kembali tumbuh 50,8 persen mencapai Rp 401 triliun.
“Kondisi UMKM kita masih cukup menantang. Baru 21 persen UMKM yang sudah terdigitalisasi. Sementara peluang pasar digital semakin penetratif dengan kemunculan berbagai platform,” kata Yustinus.
Pemerintah pun mendorong pelaku UMKM untuk mulai memanfaatkan teknologi digital dalam pengembangan bisnisnya. Menurut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, 19 juta UMKM masuk ke ekosistem digital hingga Mei 2022. Jumlah ini masih kurang 11 juta dari target 30 juta UMKM go digital di 2024.
Dia menjelaskan, sebanyak 86 persen dari total pelaku UMKM bergantung pada internet untuk menjalankan usahanya, dan 73 persennya juga telah memiliki e-commerce sebagai sarana jual beli. Sedangkan 82 persen lainnya telah mengimplementasikan media sosial untuk mempromosikan produknya.
Ina sebagai pelaku UMKM, menilai pemerintah cukup hadir memberikan bantuan untuk mendorong UMKM memanfaatkan teknologi digital. “Banyak kelas-kelas belajar digital yang difasilitasi untuk UMKM. Harapannya, karena teknologi digital suatu keniscayaan, sebaiknya kelas-kelas untuk melatih dari tingkat dasar hingga mahir memanfaatkan teknologi terus berkembang,” harapnya.
Untuk mendorong UMKM memanfaatkan teknologi digital, menurut Ina, kalangan perbankan bisa turun tangan. Pihak perbankan menurut Ina, juga bisa mengajak pelaku usaha memanfaatkan pembayaran nontunai, yang bisa dipakai saat transaksi.
Salah satu bank nasional, Bank Rakyat Indonesia (BRI) menilai sektor UMKM dan ultramikro khususnya, memainkan peran penting dalam menggerakkan ekonomi. Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, mengatakan, BRI menjadi salah satu bank yang menggarap sektor ini secara konsisten dan kuat.
“Kontribusi sektor ultra mikro terhadap kinerja BRI secara keseluruhan pun signifikan. BRI pun memadukan digitalisasi dengan sektor ultra mikro sehingga menjadi lebih berdaya dan tangguh,” kata Supari dalam wawancara dengan Republika beberapa waktu lalu.
BRI menurut Supari berupaya memaksimalkan digitalisasi UMKM. Inovasi yang terbaru, BRI memiliki aplikasi Pasar Rakyat Indonesia (PARI). Selayaknya marketplace lain, PARI berfungsi menjadi tempat jual-beli komoditas secara daring.
“Banyak komoditas diperjualbelikan pada aplikasi PARI terutama pertanian dan peternakan. Mulai dari beras, jagung, aneka sayur, telur, hingga pakan ternak. Adapun aplikasi ini khusus diperuntukkan nasabah BRI,” tuturnya.
Dengan aplikasi ini mereka terbantu dalam memasarkan dan mengembangkan usahanya. PARI juga memberi kemudahan berupa dana talangan bila mereka kekurangan modal. Dana talangan ini menurutnya tidak ada bunga dan jaminan.
BRI, jelas Supari, mengambil upaya untuk mengentaskan kelompok usaha segmen ultramikro dari permasalahan tersebut. Adapun langkah membebaskan saja sudah menjadi nilai penting dalam proses membangun ketangguhan UMKM.
Terbukanya akses pembiayaan bagi usaha ‘si kecil’ ultramikro menurutnya akan memberikan fleksibilitas dan daya adaptasi yang baik bagi pengembangan usaha. Di samping itu, mendekatkan jangkauan inklusi keuangan pada kelompok ini dapat membuka ruang tumbuh usaha menjadi lebih luas sehingga saving capacity pun ikut meningkat.
“Target kita, pelaku usaha ultramikro naik kelas, ekonomi Indonesia dapat terakselerasi dengan optimal. Hal ini sejalan dengan potensi sektor ultramikro tersebut dalam lanskap UMKM di Indonesia,” tegas Supari.
Menurut Mia, sebagai pelaku usaha, apa yang dilakukan pemerintah untuk mendorong para pelaku UMKM menggunakan teknologi digital untuk mendukung pengembangan bisnis sudah bagus.
“Yang dilakukan pemerintah sudah signifikan, tinggal sekarang bagaimana memperluas jaringan. Pemerintah perlu terus melakukan blusukan masuk ke dalam para pelaku UMKM yang memang sebagian besar itu adalah ibu-ibu yang sederhana yang mungkin masih gagap untuk menggunakan teknologi digital ini. Tetapi kalau mereka dilatih insya Allah bisa, karena memang digital platform ini sangat membantu pengembangan UMKM,” tegasnya.