EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 18,31 triliun. Angka itu tumbuh 68 persen year on year (yoy). Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyatakan, perolehan laba tersebut tertinggi sepanjang sejarah BNI.
"Kinerja ini terwujud melalui kerja keras seluruh insan BNI dalam menjalankan kebijakan strategis yang ditetapkan, di tengah periode pemulihan ekonomi 2022 serta upaya memastikan agenda transformasi perusahaan terus berjalan sesuai blueprint," ujarnya dalam paparan kinerja secara virtual, Selasa (24/1/2023).
Ia melanjutkan, total kredit yang disalurkan pada tahun lalu pun di atas ekspektasi yaitu mencapai Rp 646,19 triliun atau tumbuh 10,9 persen. Angka itu di atas target awal perusahaan yang sebesar 7-10 persen.
Pertumbuhan kredit tersebut dibarengi dengan Net Interest Margin (NIM) yang terjaga di posisi 4,8 persen. "Pertumbuhan kredit yang sehat ditopang oleh ekspansi bisnis dari debitur top-tier dan bisnis turunannya yang berasal dari value chain debitur," jelasnya.
Dari sisi likuiditas, lanjut Royke, BNI mencatatkan pertumbuhan Current Account Saving Account (CASA) kuat sebesar 10,1 persen (yoy). Pertumbuhan itu dihasilkan dari strategi perseroan untuk membangun transaction based CASA, melalui penyediaan solusi keuangan dan transaksi yang komprehensif dan reliable.
Lalu pertumbuhan pendapatan tanpa komisi atau Fee Based Income (FBI) pun tercatat sebesar 8,7 persen yoy menjadi Rp 14,8 triliun. Hal itu dicapai dengan melakukan pergeseran pola pertumbuhan FBI guna mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan biaya transfer melalui program BI Fast sejalan dengan tren menurunnya transaksi transfer antar bank.
"BNI secara inovatif berhasil menumbuhkan pendapatan non bunga yang memberi value-added bagi nasabah. Contohnya di retail banking, fitur billpayment atau pembayaran tagihan saat ini berkontribusi lebih dari Rp 300 miliar ke pendapatan, atau tumbuh 18 persen yoy," jelasnya.
Selain itu, di segmen Business Banking, BNI aktif memfasilitasi sindikasi dan mampu berkontribusi hampir Rp 1 triliun ke pendapatan non bunga, atau naik 100 persen dibandingkan tahun lalu. Hasil kinerja tersebut berdampak pada Pre-provisioning Operating Profit (PPOP) yang dibukukan sebesar Rp 34,4 triliun atau tumbuh 10,8 persen (yoy).
Royke menjelaskan, upaya perbaikan kualitas kredit melalui kebijakan perkreditan yang efektif mampu menekan rasio kredit bermasalah (NPL) sebesar 90 basis point (bps) secara tahunan menjadi 2,8 persen.
"Pertumbuhan PPOP yang kuat dan diikuti perbaikan kualitas aset ini membuat kami mampu menutup 2022 dengan capaian menggembirakan. Laba bersih ini tertinggi sepanjang sejarah dan berada di atas ekspektasi pasar," jelas dia.