Kamis 09 Feb 2023 08:04 WIB

GAPKI Ungkap Ancaman Terbesar Industri Sawit

Ancaman industri sawit bukan penurunan harga CPO.

Red: Lida Puspaningtyas
Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (7/11/2022). Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat luas areal lahan perkebunan sawit di Indonesia pada tahun 2022 yaitu mancapai 16,38 juta hektare (ha) yang dimana sebanyak 5 persen atau sekitar 800 ribu ha milik BUMN, 53 persen atau sekitar 8,64 juta ha milik swasta dan 42 persen sekitar 6,94 juta milik rakyat.
Foto: ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (7/11/2022). Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat luas areal lahan perkebunan sawit di Indonesia pada tahun 2022 yaitu mancapai 16,38 juta hektare (ha) yang dimana sebanyak 5 persen atau sekitar 800 ribu ha milik BUMN, 53 persen atau sekitar 8,64 juta ha milik swasta dan 42 persen sekitar 6,94 juta milik rakyat.

EKBIS.CO, MEDAN -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan prospek industri sawit nasional ke depan tetap optimistis dan positif mengingat permintaan komoditas itu di pasar global akan tetap tinggi.

"Untuk menjaga keberlangsungan industri minyak sawit Indonesia ada satu aspek terpenting yang perlu diperhatikan yaitu aspek kebijakan," kata Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi, dalam satu sesi seminar pada rangkaian acara puncak Hari Pers Nasional di Medan, Rabu (9/2/2023).

Baca Juga

Dikatakan, bukan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang rendah yang bisa menghancurkan industri sawit. Kalaupun bisa, perlu waktu lama karena harga selalu fluktuatif, tidak mungkin turun terus, pasti ada titik untuk naik.

"Tetapi kebijakan yang keliru dalam menata industri minyak sawit, bisa menghancurkan industri strategis ini dalam waktu sekejap," kata Tofan.

Berbicara di depan lebih dari seratus peserta HPN dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Sumatra Utara, Tofan mengungkapkan peran strategis sawit dalam perekonomian.

" Lihatlah saat pandemik tahun 2020 lalu, kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang paling rendah dibandingkan negara-negara lain, bahkan lebih baik dari negara maju," kata Tofan.

Tofan mengatakan, tahun 2022 sumbangan devisa ekspor minyak sawit mencapai rekor tertinggi dalam sejarah. Nilai devisa ekspor mencapai 39 miliar dolar AS atau hampir Rp 600 triliun. Devisa ekspor yang tinggi inilah yang menopang stabilitas nilai tukar rupiah terhadap valuta asing khususnya dolar AS.

"Rasanya berat membayangkan ekonomi Indonesia tanpa industri sawit," kata peneliti pada Paramadina Public Policy Institute ini.

Dalam kesempatan itu, dia juga mengatakan pers memainkan peran besar dalam mendukung kemajuan industri sawit di Indonesia. Karena itu, sinergi antara insan pers dengan para pemangku kepentingan dalam industri sawit harus terus diperkuat.

"Melalui publikasi berita sawit yang objektif dan positif, citra industri sawit semakin membaik. Ini akan memperkuat keberlanjutan industri sawit Indonesia," kata Tofan Mahdi.

Dalam kaitan dengan Hari Pers Nasional, dia berharap dukungan yang terus menerus dari pers Indonesia terhadap industri sawit.

"Terus bantu kami dalam melawan diskriminasi dan kampanye negatif sawit. Teman-teman pers juga harus ikut mengawal setiap proses perumusan kebijakan dan regulasi terkait sawit," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement