Pemangku kepentingan domestik pun, kata dia, perlu merumuskan strategi dalam mempertahankan harga remunerasi minyak sawit. Mengingat sebagai kontributor pasokan minyak sawit global terbesar di dunia, Indonesia dan Malaysia diharapkan dapat memperoleh harga yang menguntungkan bagi berbagai pihak. Serupa dengan penetapan harga, perluasan akses pasar dengan tetap memperhatikan prinsip selektif juga penting untuk dilakukan guna mengoptimalkan keuntungan tersebut.
Usai diskusi bersama pelaku industri tersebut, Menko Airlangga memberikan keterangan pers mengenai pertemuan bilateral dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia YAB Dato' Sri Haji Fadillah bin Haji Yusof yang telah dilakukan pada awal kegiatan. Pembahasan yang diangkat yakni seputar masalah industri kelapa sawit, serta usulan pendekatan bersama dan kemungkinan tindakan terkoordinasi.
“Kami sepakat terus melindungi sektor kelapa sawit dengan memperkuat upaya dan kerjasama dalam mengatasi diskriminasi terhadap kelapa sawit. Menanggapi meningkatnya kebijakan sepihak yang mempengaruhi kelapa sawit, pertemuan ini sepakat untuk memanfaatkan keterlibatan dengan negara-negara pengimpor utama melalui dialog kebijakan,” jelas Airlangga.
Dirinya menuturkan, untuk menanggapi kesepakatan politik tentang proposal Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa (UE) telah disepakati akan dilakukan misi bersama ke UE 11mengomunikasikan solusi dan konsekuensi dari peraturan tersebut. Usai misi ke UE, kunjungan juga akan dilakukan ke India untuk mempromosikan penggunaan minyak sawit menyusul pengakuan ISPO dan MSPO oleh India melalui inisiatif bersama dengan Indian Palm Oil Sustainability Framework (IPOS), serta pengenalan GFP-SPO.
Dalam kesempatan tersebut turut dilakukan penyerahan Keketuaan CPOPC pada 2023 kepada YAB Dato’ Sri Fadillah bin Hj Yusof. Sekaligus membahas strategi perluasan keanggotaan CPOPC dan melihat kemungkinan Honduras untuk menjadi anggota ketiga CPOPC dalam waktu dekat.