EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada akhir perdagangan Kamis (23/2/2023) meningkat. Hal ini ditopang oleh kondisi ekonomi Indonesia yang baik.
Kurs rupiah pada Kamis ditutup naik delapan poin atau 0,05 persen ke posisi Rp 15.192 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 15.200 per dolar AS.
"Secara umum, kondisi ekonomi Indonesia yang masih baik dapat mendukung rupiah untuk tidak melemah terlalu dalam," kata ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto pada Kamis (23/2/2023).
Fundamental ekonomi Indonesia yang baik saat ini mendukung rupiah agar tidak melemah terlalu dalam. Hal itu seperti ekonomi Indonesia yang mampu tumbuh di tengah ketidakpastian global dan inflasi yang menurun.
"Kalau dilihat secara year to date, rupiah menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik, dengan apresiasi 2,4 persen," ujarnya.
Ekonomi Indonesia pada 2022 tumbuh sebesar 5,31 persen, lebih tinggi dibanding capaian 2021 yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,7 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 19,87 persen.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) menurun secara tahunan menjadi 5,28 persen year on year (yoy) pada Januari 2023, dari 5,51 persen yoy pada Desember 2022.
Selain itu, neraca pembayaran Indonesia (NPI) mengalami surplus 4,7 miliar dolar AS pada kuartal IV 2022, meningkat dibandingkan kinerja kuartal sebelumnya yang tercatat defisit 1,3 miliar dolar AS.
Kinerja NPI kuartal IV 2022 tersebut ditopang oleh surplus transaksi berjalan yang tinggi dan perbaikan defisit transaksi modal dan finansial. Sementara, surplus transaksi berjalan 2022 mencapai 13,2 miliar dolar AS atau satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan surplus 2021 sebesar 3,5 miliar dolar AS atau 0,3 persen dari PDB.
Kinerja tersebut terutama didukung peningkatan ekspor sejalan dengan harga komoditas global yang masih tinggi dan permintaan atas komoditas Indonesia yang tetap baik, di tengah impor yang juga meningkat seiring perbaikan ekonomi domestik.
Posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2022 tetap kuat yakni sebesar 137,2 miliar dolar AS atau setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional.
Namun demikian, Rully menuturkan pergerakan dan pelemahan rupiah ke depan lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen global yaitu kekhawatiran pasar bahwa Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed akan lebih agresif menaikkan suku bunga acuannya.
The Fed diperkirakan agresif terhadap kebijakan suku bunga acuannya karena inflasi di AS yang meski sudah menurun namun masih tetap tinggi, dan masih jauh dari target yang sebesar dua persen. Saat ini inflasi AS masih berada di posisi 6,4 persen.