EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah dan pelaku usaha sepakat membangun rujukan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar global melalui pengembangan bursa komoditas yang kredibel dan transparan di dalam negeri.
Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Dwi Sutoro di Jakarta, Jumat (3/3/2023), mengatakan pengembangan bursa CPO Indonesia menjadi sangat penting untuk mengukuhkan posisi Indonesia sebagai produsen terbesar sawit di dalam negeri.
"Saat ini, Indonesia masih menggunakan rujukan harga CPO dari Bursa Malaysia (MDEX) dan Bursa Rotterdam di Belanda. Dengan menggunakan bursa di luar negeri kadang memberikan dampak bagi keseimbangan penawaran dan permintaan di dalam negeri," ujarnya di Jakarta.
Menurut dia, saat ini di Indonesia, belum ada bursa komoditas yang mampu menggerakkan tiga fungsi yaitu price discovery atau pembentukan harga, price reference atau acuan harga dan hedging atau lindung nilai.
Karena itulah, Dwi mengusulkan kepada pemerintah supaya dapat memanfaatkan sistem perdagangan CPO yang sudah ada seperti KPBN (PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara). Strategi ini menjadi sangat penting apabila Kementerian Perdagangan ingin mengejar target pembentukan harga acuan CPO pada Juni mendatang.
Dwi menjelaskan bursa CPO idealnya mempunyai tiga fungsi yakni "price discovery" (pembentukan harga), "price reference" (acuan harga) dan "hedging" (lindung nilai), dari sebuah proses yang fair, efisien, transparan, dan terpercaya.
"Gagasan membangun tata niaga komoditi CPO Indonesia melalui pengembangan bursa CPO Indonesia ini harus didukung dan diskusikan sebagai tahapan untuk membuat Indonesia menjadi barometer sawit dunia," ujarnya dalam Seminar Sawit Indonesia bertemakan "Strategi Indonesia Menjadi Harga CPO Dunia".
Keterlibatan pemerintah, BUMN dan swasta, lanjutnya, diharapkan bisa menciptakan sinergi yang positif dalam mendesain tata niaga sawit Indonesia yang adil, efisien, transparan, dan terpercaya.
Sementara itu Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan strategi membentuk harga rujukan CPO Indonesia merupakan bagian dari membangun kedaulatan industri sawit di dalam negeri.
Oleh karena itulah, Bappebti sedang menyusun aturan baru yang akan mewajibkan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) melalui bursa berjangkan komoditas.
Aturan tersebut masih digodok dan membutuhkan kajian matang dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kebijakan domestic market obligation (DMO) dan eksportir. Lalu, akan dikaji pula produk CPO yang wajib diekspor melalui bursa berjangka. Selanjutnya mekanisme bursa untuk memfasilitasi perdagangan.
Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kabul Wijayanto menyatakan sepakat dengan adanya acuan harga komoditas CPO Indonesia yang diharapkan dapat dijadikan acuan harga sawit global.
Selain itu, menurut dia, Harga Acuan Komoditas yang mudah diakses dapat menjadi acuan pengambil kebijakan memudahkan BPDPKS dalam menyusun rencana belanja program.
Direktur PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) Rahmanto Amin Jatmiko mengatakan KPBN sudah punya persyaratan sebuah bursa yang memungkinkan untuk secara resmi dijadikan sebagai bursa CPO Indonesia dalam waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan bursa yang lain atau membentuk bursa yang baru.
Harga CPO KPBN, lanjutnya, telah menjadi acuan harga patokan TBS provinsi dan besaran insentif biodiesel selain itu juga jadi acuan harga oleh Oilworld , Indef, Gapki, Bloomberg Intelligent Analysis, Kemenko Marves.
Selain itu, menurut dia, bursa harian yang dijalankan di KPBN sudah dimulai sejak 1968 dan sudah diverifikasi oleh BPK RI pada 2017.
"KPBN adalah anak perusahaan dari PTPN sehingga bisa menjalankan misi sebagai sebuah korporasi yang profesional maupun misi untuk kepentingan nasional sesuai arahan pemerintah," ujar Rahmanto.