EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didid Noordiatmoko mengatakan, komoditas kopi telah direncanakan untuk masuk dalam bursa berjangka.
"Pekan lalu saya ke Medan bertemu dengan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Saya minta agar mereka masuk ke bursa berjangka kopi. Tapi masih dalam proses diskusi itu, namun yang dapat kami sampaikan bahwa kami pasti akan melakukan itu," ujar Didid ditemui usai penutupan Bulan Literasi Perdagangan Berjangka Komoditi 2023, di Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Didid menjelaskan, Indonesia termasuk sebagai salah satu penghasil kopi terbesar di dunia, sehingga sudah sewajarnya untuk masuk ke dalam bursa berjangka komoditas. Menurut Didid, dengan masuk ke dalam bursa, Indonesia akan memiliki banyak keuntungan.
Saat ini, penentu harga kopi dunia masih dipegang oleh Brasil dan Amerika Serikat. Menurut Didid, hal tersebut masih sulit untuk dilawan, namun tidak menutup kemungkinan jika Indonesia nantinya bisa menjadi penentu harga kopi global.
"Kita bisa melakukan hedging kemudian future trading dan sebagainya. Itu akan jauh lebih menguntungkan pada masyarakat, petani, maupun para produsen kopi itu. Tapi saya belum agendakan kapannya," kata Didid.
Didid menyampaikan, Bappebti sedang fokus mengerjakan bursa komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang ditargetkan meluncur pada Juni 2023.
"Kalau CPO ini sudah jadi atau bisa dikatakanlah sudah mulai running, baru saya masuk untuk fokus ke komoditas nomor dua, tiga, dan seterusnya. Jadi saya kerjakan satu-satu dulu," ujarnya.
Bappebti mencatat, sejak 2020 baik transaksi kopi robusta maupun arabika di Bursa Berjangka Jakarta mengalami tren penurunan. Total transaksi kopi Robusta pada 2020 sebesar 410.259 lot, 489.142 lot pada 2021, dan mengalami penurunan menjadi 335.832 lot pada 2022.
Hal yang sama juga terjadi pada transaksi kopi Arabika pada 2020 sebesar 147.696 lot turun menjadi 116.532 lot pada 2021 dan 82.855 pada tahun 2022. Penurunan transaksi tersebut berbanding terbalik dengan ekspor kopi Indonesia yang mengalami tren naik dan aktivitas industri kopi yang semakin berkembang pesat dewasa ini.