EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menilai pembobolan data nasabah lebih banyak disebabkan kelalaian nasabah, terutama dalam menjaga kerahasiaan data pribadi berupa identitas, buku tabungan, Personal Identification Number (PIN), dan data pribadi lainnya.
"Literasi masyarakat Indonesia yang masih rendah sebagai salah satu faktor utama penyebab masih tingginya kebocoran data nasabah. Hal ini tentu harus menjadi perhatian khusus bagi regulator," ujar Piter dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (18/4/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan Piter sebagai bentuk komentar terhadap nasabah Bank BTN yang mengeluhkan dananya hilang di tabungan karena tak bisa menjaga kerahasiaan data perbankan. Namun, nasabah itu justru mengamuk ke salah satu petugas bank dan menyinggung soal dananya yang telah tersimpan delapan bulan.
"Kalau dilihat lebih jauh memang disebabkan oleh ketidakpahaman, literasi keuangan yang rendah, serta kurang sadar risiko bahwa mereka bisa kehilangan dana mereka kalau tidak hati-hati menjaga data mereka sendiri," kataPiter.
Menurut Piter, perlu ada peningkatan edukasi untuk meningkatkan literasi dan sadar risiko. Dia juga mengingatkan masyarakat agar lebih bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial, apalagi menyangkut perbankan karena bisa memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap perbankan.
"Itu adalah kewajiban kita bersama, karena menyebar berita negatif tanpa tahu masalahnya bisa terjerumus ke penyebaran hoax dan bisa berdampak hukum. Sebaiknya tidak berkomentar kalau tidak mengerti permasalahan yang sebenarnya, salah ngomong yang kemudian berdampak luas bisa merugikan diri sendiri dan juga masyarakat banyak," ujar Piter.
Sementara itu, pengamat perbankan Paul Sutaryono menambahkan, peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat dibutuhkan dalam mendorong literasi, edukasi hingga sosialisasi kepada masyarakat Indonesia terkait dengan kerahasiaan data. Dengan demikian, tingkat melek keuangan (financial literacy) masyarakat akan semakin tinggi. Upaya tersebut akan dapat menekan potensi risiko kasus-kasus keuangan seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya yang rentan terhadap pembobolan data.
"Sudah seharusnya OJK sebagai pendekar sektor jasa keuangan terus menerus melakukan edukasi dan sosialisasi tentang keuangan. Hal itu dapat memuat baik madu (manfaat) maupun racun (potensi risiko) produk dan jasa perbankan," ujar Paul.
Namun demikian, lanjut Paul, hal itu kembali kepada para nasabah itu sendiri. Para nasabah harus mengerti betul risiko-risiko yang terjadi jika lengah dalam menggunakan layanan perbankan.
"Jangan lupa nasabah atau konsumen harus pula terus belajar dan menjaga keamanan data pribadi terkait dengan produk dan jasa perbankan yang mereka miliki. Data itu bisa berupa ATM, buku tabungan, nomor rekening, nomor KTP, nama ibu kandung. Itu semua amat bermanfaat untuk mencegah potensi risiko fraud yang bisa merugikan bank dan nasabah," kata Paul.
Terkait dengan keluhan nasabah Bank BTN yang viral di media sosial, Corporate Secretary Bank BTN Achmad Chaerul mengatakan, permasalahan nasabah tersebut saat ini dalam proses hukum untuk penyelesaiannya. Pihaknya sudah melaporkan permasalahan ini ke aparat penegak hukum, untuk itu perseroan berharap agar nasabah bisa bekerja sama untuk penyelesaian masalah tersebut.
Menurut Chaerul, Bank BTN menjamin keamanan seluruh transaksi nasabahnya dengan menerapkan prudential banking dan good corporate covernance sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ia juga meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan sehingga bisa melihat fakta yang sesungguhnya. Bank BTN akan senantiasa taat asas dan taat hukum serta mematuhi dan menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Kami berkomitmen untuk menindak tegas terhadap setiap pelanggaran hukum serta tidak akan melindungi pihak manapun yang terbukti melakukan pelanggaran hukum," ujar Achmad.