EKBIS.CO, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mematuhi UU Minerba yang melarang ekspor konsentrat tembaga oleh perusahaan manapun, termasuk Freeport. Ia meminta pemerintah tegas dalam pelarangan itu.
Ia berharap, Presiden Jokowi tidak mudah tergoda rayuan PT Freeport Indonesia yang meminta perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga yang sudah ditetapkan. Sebab, menurutnya, Freeport sudah sering melanggar aturan yang ditetapkan DPR dan pemerintah.
"PT FI sudah berkali-kali melanggar aturan yang ditetapkan oleh DPR maupun pemerintah. Kalau sampai Presiden mengikuti kemauan PT FI, maka secara tidak langsung Presiden telah merendahkan marwah bangsa dan negara," kata Mulyanto, Sabtu (1/4/2023).
Namun, Mulyanto mengaku ragu Presiden Jokowi berani melarang ekspor konsentrat tembaga dari PT FI. Sekalipun, berkali-kali Presiden Jokowi dan Menteri ESDM tegas menyatakan melarang ekspor mineral tembaga ini pada Juni 2023 mendatang.
Ia merasa, pengalaman sebelumnya menunjukan sikap Presiden Jokowi mudah berubah pada detik-detik terakhir. Ketika saham PT Freeport Indonesia 100 persen milik swasta saja, pemerintah melanggar pelarangan ekspor konsentrat dari PT FTI.
Apalagi, sekarang 51 persen saham PT. FI sudah milik negara. Karenanya, ia mengaku tidak yakin atas pernyataan-pernyataan seperti itu karena ini bisa jadi modus yang selalu terjadi. Istilahnya, gertak sambal yang diakhiri relaksasi.
"Gertak sambal yang ujung-ujungnya ditarik kembali melalui kebijakan relaksasi. Sejak 2014 sudah lebih dari delapan kali izin relaksasi yang melanggar UU itu diberikan pemerintah," ujar Mulyanto.
Selain itu, lanjut Mulyanto, PT FI sering mempermainkan marwah pemerintah dan konstitusi. Seperti tidak mau membangun smelter sebagaimana yang ditetapkan UU 4/2009 tentang Pertambangan Minerba yang mengharuskan mereka mengoperasikan smelter Januari 2014.
Kenyataannya, PT FI tidak menjalankan amanat UU tersebut meski tidak ada pandemi Covid-19 sekalipun. Bahkan, ia mengingatkan, wacana yang dikembangkan PT FI justru pembangunan smelter untuk mineral tembaga itu tidak menguntungkan.
"Sekarang PT. FI minta perpanjangan ekspor konsentrat tembaga kembali dengan alasan smelter mereka belum rampung karena terimbas pandemi Covid-19," kata Mulyanto.
Jika disetujui, Mulyanto merasa, secara langsung pemerintah menabrak UU 3/2020 tentang Pertambangan Minerba yang merupakan perubahan dari UU 3/2009, khususnya Pasal 170A. Yang mana, mengamanatkan pelarangan ekspor mineral sejak Juni 2023.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin mengatakan, izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia masih belum bisa diputuskan. Menurut Ridwan, Presidenlah yang harus membuat keputusan ini.
"Ini sebuah keputusan besar pada level Presiden. Kalau saya sih mengedepankan asas manfaat dan kondisi real yang dihadapi saat ini saja" ujar Ridwan saat ditemui di JCC, Selasa (21/3/2023).
UU Minerba mengamanatkan bahwa semua mineral mentah harus melalui proses pengolahan di dalam negeri terlebih dahulu sebelum diekspor. Aturan ini kemudian menjadi pemicu untuk pemerintah gencar mendorong hilirisasi.
Sebelumnya, Freeport terus berupaya untuk meloloskan ekspor konsentrat tembaga di tengah kebijakan pemerintah yang bakal menerapkan larangan ekspor mineral mentah secara serempak pada pertengahan tahun ini. Direktur Utama Freeport, Tony Wenas, mengatakan bahwa pelarangan ekspor konsentrat tembaga dan emas belum diatur secara rigit oleh pemerintah.
"Jadi kalau dikatakan melarang ekspor tembaga atau ekspor emas ini kan belum dilarang ya, belum ada peraturan yang melarang ekspor tembaga atau emas," kata Tony.
Adapun terkait pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur, PT Freeport Indonesia mengajukan perpanjangan waktu satu tahun untuk menyelesaikannya. Perusahaan menyampaikan, perpanjangan waktu dibutuhkan lantaran terjadi keadaan force majure pandemi Covid-19 yang mengakibatkan keterlambatan.
Tony Wenas, mengatakan, jangka waktu pembangunan smelter tersebut diberikan selama lima tahun oleh pemerintah sesuai sesuai Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diterbitkan pada Desember 2018.
"(Jika) dihitung dari Desember 2018 adalah Desember 2023. Namun demikian, situasi Covid terjadi, sehingga kami mengajukan perpanjangan kepada pemerintah akibat keadaan kahar menjadi keterlambatan satu tahun," kata Tony dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR, Senin (27/3/2023).
Ia menyampaikan, progres pembangunan smelter yang berada di KIK Gresik itu ditargetkan akan mencapai 92 persen pada akhir Desember 2023. "Target penyelesaian fisik di akhir 2023, dilanjutkan pra uji coba dan uji coba hingga akhir Mei 2024 sehingga bisa produksi pada bulan Mei 2024," ujarnya menambahkan.