EKBIS.CO, NEW YORK -- JP Morgan Chase telah mengambil alih bank First Republic AS yang bermasalah dalam kesepakatan yang ditengahi oleh regulator. Raksasa Wall Street itu mengatakan akan membayar 10,6 miliar dolar AS (sekitar Rp 156 triliun) kepada Federal Insurance Deposit Corp (FIDC), setelah pejabat menutup First Republic.
First Republic berada di bawah tekanan sejak bulan lalu, ketika runtuhnya dua bank lainnya memicu kekhawatiran tentang keadaan sistem perbankan Negeri Paman Sam. Pihak berwenang mengatakan mereka berharap kesepakatan itu akan menyelesaikan kepanikan.
Kegagalan First Republic yang berbasis di San Francisco adalah yang terbesar kedua dalam sejarah AS dan ketiga di negara itu sejak Maret. Bernilai lebih dari 20 miliar dolar AS pada awal bulan lalu, bank ini dikenal dengan bisnis pinjaman rumah yang besar dan klien kaya. First Republic merupakan pemberi pinjaman terbesar ke-14 di AS pada akhir tahun lalu.
Dikutip dari BBC, Selasa (2/5/2023), sebanyak 84 kantor First Republic di delapan negara bagian dibuka kembali pada Senin (1/5/2023) sebagai cabang JPMorgan Chase Bank setelah regulator mengambil kendali dan menjualnya ke lembaga Wall Street.
Dalam upaya mendapatkan paket penyelamatan, pejabat AS diketahui telah menghubungi enam bank sebelum menetapkan keputusan ke pemberi pinjaman terbesar Amerika, JP Morgan, begitu menurut kantor berita AFP.
Presiden AS Joe Biden mengatakan tindakan itu akan memastikan bahwa sistem perbankan AS aman dan sehat. Namun kesepakatan itu tampaknya akan memperbarui debat politik tentang regulasi keuangan dan kekuatan bank-bank terbesar Amerika Serikat.
CEO JP Morgan Chase, Jamie Dimon, mengatakan pemerintah telah mengundang raksasa perbankan itu, bersama bank yang lain dan menawarkan jaminan tentang industri perbankan. "Bagian dari krisis ini telah berakhir," kata Dimon.
Ia mencatat, beberapa bank lain berisiko mengalami penarikan simpanan secara massal oleh nasabah yang menyebabkan masalah di First Republic dan dua bank lainnya, Silicon Valley Bank dan Signature Bank. "Pada ujungnya, suku bunga naik dan resesi, itu masalah yang berbeda. Namun untuk saat ini, kita harus menarik napas dalam-dalam," kata Dimon menambahkan.