EKBIS.CO, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami penurunan tajam pada perdagangan Rabu (3/5/2023). Pada awal sesi kedua, IHSG sudah terpangkas lebih dari dua persen dan saat ini berada dikisaran level 6.700.
Pelemahan IHSG sudah dimulai sejak 28 April yang menurun 0,43 persen dan berlanjut pada 2 Mei yang terkoreksi 0,76 persen. Analisis disusun oleh Financial Expert Ajaib Sekuritas Chisty Maryani menjelaskan, secara historikal, IHSG di bulan Mei memang cenderung mencatat pelemahan.
Para pelaku pasar modal sering menyebutnya dengan istilah sell in May and Go Away. Pada 2022 lalu, IHSG terkoreksi 1,11 persen, pada 2021 terkoreksi 0,80 persen, pada 2019 terkoreksi 3,81 persen, dan pada 2018 terkoreksi 3,14 persen. Dalam lima tahun terakhir, hanya pada Mei tahun 2020 pergerakan IHSG terpantau positif 0,79 persen.
"Namun untuk Mei 2023 ini, pergerakan IHSG berpeluang positif dengan mempertimbangkan sejumlah faktor dan katalis pendorongnya. Arah IHSG pada bulan Mei 2023 masih berpotensi untuk menguat terbatas dalam rentang 6735-6995," kata Chisty, Selasa (2/5/2023).
Potensi penguatan tersebut ditopang oleh sejumlah faktor diantaranya faktor ekonomi nasional yang masih solid. Ekonomi Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh positif pada kuartal I 2023 ini. Faktor pendorong lainnya juga berasal dari membaiknya kinerja emiten di tengah kembali padatnya mobilitas sosial masyarakat.
Pergerakan IHSG juga akan dipengaruhi oleh sejumlah katalis eksternal diantaranya hasil FOMC The Fed pada Mei 2023 terhadap kebijakan suku bunga acuan. Jika The Fed tetap menaikkan suku bunga sebesar 25 bps, dampaknya tidak terlalu menekan pergerakan pasar saham global karena sesuai ekspektasi pelaku pasar.
"Namun, jika The Fed menahan kenaikan suku bunga acuan nya atau cenderung lebih dovish, tentu dapat menjadi katalis yang cukup positif," ujar Chisty.
Dengan berbagai sentimen yang membayangi, Chisty menilai beberapa sektor masih prospektif diantaranya consumer goods, ritel, dan komoditas pertambangan logam dan mineral. Sektor consumer goods dan ritel didukung momentum pemilu tahun 2024.
Katalis yang mempengaruhi sektor tersebut adalah meningkatnya UMP hingga maksimal 10 persen sejak awal tahun. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang secara otomatis meningkatkan permintaan terhadap suatu produk dan akan menguntungkan emiten pada sektor konsumer dan sektor ritel.
Sementara sektor komoditas pertambangan logam dan mineral dipengaruhi oleh sentimen dibukanya kembali ekonomi Cina. Hal tersebut tentunya meningkatkan permintaan komoditas pertambangan logam dan mineral untuk kebutuhan manufaktur.
Hilirisasi Nikel di Indonesia juga berpotensi menciptakan nilai tambah akan nilai jual produk. Industri baterai listrik saat ini juga turut mendorong permintaan komoditas ini tumbuh signifikan sehingga sangat berdampak positif untuk saham-saham nikel di masa depan.