EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah sedang mempersiapkan instrumen penerapan pajak karbon. Hal ini mengingat kebijakan pajak karbon ditunda pada Juli 2022 yang mulanya akan diterapkan pada April 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pajak karbon bukan sekadar instrumen untuk menambah penerimaan negara melainkan komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca atau untuk mencapai target net zero emission pada 2060. "Kita sedang terus mempersiapkan pajak karbon. Kami masih melihat dari sisi ekonomi kita, momentum ekonominya kuat berarti cukup baik," saat acara Bank Dunia, Selasa (9/5/2023).
Pemerintah telah mengatur pajak karbon melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah berencana mengenakan pajak karbon sebagai bentuk keseriusan dalam mengantisipasi perubahan iklim. Adapun pengenaan pajak ini akan menjadi bagian dari upaya pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca.
“Kami membahas bagaimana jika kita mengenakan pajak karbon. Bagaimana kita menerapkan ini, saat pasar karbon belum ada di Indonesia,” ujarnya saat konferensi pers, Selasa (3/1/2022).
Menurutnya penurunan emisi karbon membutuhkan kerja sama dari semua negara. Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebagai tertuang dalam Nationally Determined Contribution. Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon sebagai 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dukungan internasional pada 2030.
Kementerian lainnya juga berperan untuk menurunkan emisi karbon gas rumah kaca, salah satunya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan implementasi ekonomi karbon bagi para industri, KLHK melalui Program PROPER telah melakukan pendataan kontribusi perusahaan salah satunya terkait dengan penurunan emisi dan peningkatan serapan karbon.
“Kami bekerja sama memperkuat kelembagaan Pusat Ilmu Kebumian Siti Nurbaya di Fakultas Geografi UGM, sehingga selain berperan sebagai Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana, pusat ilmu kebumian ini juga dapat menyediakan data teoritis, empiris hingga praktis antara lain dalam pemetaan kondisi lingkungan, mendukung kebijakan pemerintah dalam penanganan isu perubahan iklim, pemanasan global, dan kebijakan sumberdaya air,” ucapnya.
Ke depan, data-data hasil penelitian dan kajian dari civitas akademika diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan kebijakan, monitoring dan evaluasi bagi pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga diperlukan alur atau skema informasi kebutuhan isu-isu penelitian dan kajian, sehingga akan menciptakan sinergi antara ruang lingkup penelitian dan kajian dengan pengembangan dan implementasi kebijakan.