Ahad 21 May 2023 17:32 WIB

Kebijakan Anti Deforestasi Eropa, Apkasindo: tak Perlu Panik

Sesungguhnya Indonesia juga adalah pengkonsumsi minyak sawit terbesar di dunia.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Fuji Pratiwi
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, Senin (9/5/2022). Uni Eropa kini menerapkan kebijakan anti deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) menilai Indonesia tidak perlu panik terkait penerapan kebijakan tersebut.
Foto: ANTARA/Budi Candra Setya
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, Senin (9/5/2022). Uni Eropa kini menerapkan kebijakan anti deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) menilai Indonesia tidak perlu panik terkait penerapan kebijakan tersebut.

EKBIS.CO, JAKARTA — Uni Eropa kini menerapkan kebijakan anti deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) menilai Indonesia tidak perlu panik terkait penerapan kebijakan tersebut.

"Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia tapi lupa bahwa sesungguhnya Indonesia juga adalah pengkonsumsi minyak sawit terbesar di dunia," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Apkasindo Gulat ME Manurung kepada Republika, Ahad (21/5/2023).

Baca Juga

Dia menjelaskan produksi CPO Indonesia pada 2022 mencapai 46,7 juta ton. Dari total tersebut, Gulat mengatakan 44,8 persennya atau sebanyak 20,97 juta ton dikonsumsi dalam negeri dan sisanya sebesar 25,73 juta ton akan dikonsumsi oleh 242 negara lain.

"Harusnya berpijak dari data ini, Indonesia percaya diri dengan ancaman UE yang menerbitkan EUDR," ujar Gulat.

Untuk itu, Gulat menegaskan Indonesia tidak perlu panik karena kebijakan EUDR mirip dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Menurutnya, produksi CPO Indonesia yang sudah RSPO luasnya mencapai sekitar 1,14 juta hektare dengan produksi CPO sekitar 5,76 juta ton.

Sementara produksi CPO yang sudah ISPO juga jumlahmnya sudah seluas 5,78 juta hektare dengan produksi 22 juta ton. Jika melihat ekspor UE yang hanya dua hingga tiga juta ton, Gulat menilai dapat dipasok dari CPO yang sudah ber RSPO atau ISPO.

"EUDR dan RSPO atau ISPO hanya beda stempel saja sebab konstruksi aturannya hampir sama," kata Gulat.

Gulat mengakui, memang terdapat biaya tambahan untuk mendapatkan sertifikasi EUDR tersebut. Lalu selanjutnya hanya perlu menerima konsekuensi dengan naikan harga CPO untuk pengiriman ke Uni Eropa.

Dalam aturan EUDR, verifikasi diperlukan untuk berbagai komoditas minyak sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet, dan kedelai. Dengan begitu tidak menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan di dunia sejak 2021. Peraturan tersebut juga mencakup produk turunan seperti cokelat atau kertas cetak. Keberadaan hutan dinilai penting, sebagai cara alami untuk menghilangkan emisi gas rumah kaca dari atmosfer karena tumbuhan menyerap karbon dioksida saat tumbuh.

Dilansir dari AP News, Sabtu (20/5/2023), Direktur regional Institut Sumber Daya Dunia untuk Eropa, Stientje van Veldhoven mengatakan aturan tersebut sudah diimplementasikan secara efektif. "Undang-undang itu dapat secara signifikan mengurangi emisi rumah kaca yang dihasilkan dari pembukaan hutan tropis untuk makanan dan komoditas lainnya," tulis Undang-undang tersebut.

Van Veldhoven menambahkan, UE sekarang harus bekerja sama dengan negara produsen untuk memastikan mereka dapat beradaptasi dengan undang-undang baru tanpa merugikan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat mereka. "Ini akan membutuhkan insentif bagi kelompok rentan seperti petani kecil untuk beralih ke praktik bebas deforestasi, memastikan mereka tidak tertinggal dalam transisi ini," kata Van Veldhoven.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement