EKBIS.CO, JAKARTA -- Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tinggi menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
Selain itu, faktor lain yang menahan pelemahan rupiah lebih dalam adalah keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan tetap di level 5,75 persen sesuai dengan ekspektasi pasar. "(Karena faktor-faktor itu), pelemahan rupiah lebih dalam tertahan karena tren peningkatan indeks dolar masih terus berlanjut," ujar Rully di Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Pada pada akhir perdagangan Jumat, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah tipis dia poin atau 0,01 persen menjadi Rp 14.955 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp 14.953 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp 14.940 per dolar AS hingga Rp 14.970 per dolar AS.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menyampaikan, penopang penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya adalah rilis data Produk Domestik Bruto (AS) kuartal I 2023 yang direvisi naik ke 1,3 persen dari sebelumnya 1,1 persen. Data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS juga dirilis lebih bagus dari perkiraan yang memperlihatkan penurunan klaim pengangguran.
Menurut Ariston, data ekonomi AS yang membaik bisa menjadi alasan bagi Bank Sentral (The Fed) AS untuk mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi, bahkan bisa meningkatkan suku bunga lagi. Selain itu, kesepakatan kenaikan batas utang AS yang belum juga tercapai, padahal sudah hampir mendekati batas waktu ke batas level gagal bayar (default) meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar. "Sehingga sebagian pelaku pasar memilih masuk ke aset aman dolar AS," kata dia.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) disebut memberikan indikasi belum akan memangkas suku bunga acuan karena BI melihat suku bunga acuan The Fed belum akan turun. BI mewaspadai peningkatan ketidakpastian global yang bisa memberikan tekanan ke rupiah.