Jumat 02 Jun 2023 14:45 WIB

Ini Dia Fakta-Fakta Negara Tinggalkan Dolar AS

Yuan China muncul sebagai penantang kuat terhadap dominasi dolar AS.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
Petugas menghitung uang dolar AS di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini melemah ke level Rp15.036 per USD, seiring dengan langkah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,50 persen.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Petugas menghitung uang dolar AS di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini melemah ke level Rp15.036 per USD, seiring dengan langkah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,50 persen.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Tren dedolarisasi atau mengurangi ketergantungan terhadap dolar terus meluas di seluruh dunia. Dua negara paling vokal adalah China dan Rusia yang mengurangi cadangan dolarnya hingga lebih dari 50 persen.

Tidak hanya dua negara ekonomi besar ini, dedolarisasi meluas hingga negara-negara berkembang. Langkah tersebut semula dilakukan dalam ranah regional hingga akhirnya meluas. Berikut sejumlah fakta terkait tren dedolarisasi yang dirangkum Republika:

Baca Juga

1. Alasan utama dedolarisasi

Penasihat senior dari Quincy Institute, Eli Clifton mengungkapkan dedolarisasi akan menjadi tren yang sudah tak terbendung lagi. Upaya meninggalkan dolar AS dalam transaksi perdagangan itu mulai dilakukan oleh sejumlah negara.

"Pendorong utama adalah upaya Washington dalam menjadikan mata uangnya sebagai senjata melalui sanksi yang mencakup 29 persen ekonomi global dan 40 persen cadangan minyak global," kata Eli dikutip dari China Daily, Selasa (30/5/2023).

Negara-negara, khususnya di kawasan selatan dunia mulai mengurangi cadangan dolar AS. Sejumlah negara mulai menjajaki pembentukan mekanisme pembayaran multilateral baru. Yuan China muncul sebagai penantang kuat terhadap dominasi dolar AS.

Dolar AS sendiri telah menjadi mata uang cadangan dunia sejak perang dunia kedua, memainkan peran yang sangat besar dalam perdagangan dunia. Tetapi, negara-negara secara global sekarang menyiapkan mata uang cadangan untuk perdagangan.

Hal tersebut karena sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina menyebabkan beberapa pemimpin dunia dan tokoh bisnis terkemuka mengeluarkan peringatan atas kekuatan yang dimiliki Washington.

2. Daftar sejumlah negara yang mulai tinggalkan dolar AS

Rusia saat ini sudah melakukan pemanasan kuat terhadap yuan. Rusia mulai mengambil mata uang tiga kali lebih banyak pada Maret 2023 dibandingkan bulan sebelumnya.

Brasil juga mulai vokal mencari lebih banyak cadangan dan transaksi yuan. Bangladesh juga menggunakan yuan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir.

Selanjutnya, Argentina dikabarkan akan mulai membayar impor dari China senilai sekitar 800 miliar dolar AS dalam bentuk mata uang yuan. Lalu Iran juga menggunakan yuan untuk berdagang dengan China selama bertahun-tahun.

Indonesia juga mulai dedolarisasi sejak 2018. Bank Indonesia (BI) pada 2018 menginisiasi kerja sama transaksi bilateral mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) dengan Malaysia dan Thailand. Hal itu untuk mendorong penggunaan mata uang lokal oleh pelaku usaha dalam penyelesaian transaksi perdagangan bilateral kedua negara.

Selanjutnya, pada Agustus 2020 kerja sama serupa juga diimplementasikan dengan Jepang dan pada 6 September 2021. Kerja sama LCS tersebut juga sudah efektif diimplementasikan dengan China.

3. Indonesia terus perluas penerapan LCS

Bank Indonesia juga saat ini tengah melakukan penjajakan untuk memperluas penerapan LCS. Perluasan LCS dilakukan dengan Korea Selatan dan India.

"Coverage dari LCS ini sekarang menjadi local currency transaction (LCT) lebih luas lagi dan sekarang kita mulai yang tentunya juga Korea dan India," kata Deputi Gubernur BI Dody Waluyo.

Dody memastikan saat ini kerja sama dengan Koreal Selatan dan India sudah masuk dalam tahapan penandatanganan. Dia memastikan kerja sama tersebut akan terjadi dalam waktu dekat.

Dody menjelaskan, kerangka kebijakan LCT tidak akan terbatas pada transaksi perdagangan dan investasi saja. Nantinya juga mencakup transaksi yang terkait dengan pasar keuangan hingga cross border payments.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement