EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga batu bara yang terus menurun diperkirakan akan menggerus laba emiten batu bara di 2023. Samuel Sekuritas Indonesia melihat harga batu bara terus menurun selama enam bulan pertama tahun ini sebesar 46,9 persen secara year to date (ytd).
Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh lambatnya pemulihan ekonomi China, yang turut menekan permintaan energi. Samuel Sekuritas merevisi asumsi harga batu bara rata-rata untuk 2023F menjadi 172 dolar AS per ton dari sebelumnya 220 dolar AS.
"Kami menaikkan asumsi tarif royalti efektif untuk 2023F, yang mendorong kami untuk menurunkan proyeksi laba bersih sebesar 30 persen-56 persen," kata Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Juan Harahap, dalam risetnya dikutip Sabtu (1/7/2023).
Namun, Juan melihat adanya katalis potensial dalam bentuk stimulus ekonomi setelah suku bunga pinjaman jangka menengah dipangkas menjadi 2,65 persen dari sebelumnya 2,75 persen dan 7-day repo rate dipangkas menjadi 1,9 persen dari sebelumnya dua persen intuk meningkatkan likuiditas sektor keuangan.
Otoritas China tengah mempertimbangkan untuk memberikan paket stimulus guna mendukung pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Selain itu, Juan memperkirakan adanya potensi kenaikan yang substansial di kuartal IV 2023 di saat musim dingin, yang akan mengangkat permintaan komoditas energi, termasuk batu bara.
Menurut Juan, China menghasilkan lebih banyak listrik pada paruh kedua setiap tahunnya. Namun demikian, Juan meyakini bahwa harga batu bara akan tetap volatil, karena melimpahnya persediaan batu bara China berpotensi menekan peningkatan permintaan.
Usai musim dividen, investor kini menunggu kepastian lebih lanjut terkait regulasi BLU. Menurut riset Samuel Sekuritas, peraturan BLU akan mulai diterapkan pada Juli 2023.
Ketika peraturan BLU mulai berlaku, Samuel Sekuritas percaya PTBA dan BUMI akan diuntungkan, karena keduanya memiliki eksposur ke pasar domestik yang lebih besar. Sedangkan ADRO dan ITMG mungkin akan terkena sedikit dampak negatif.