EKBIS.CO, SURABAYA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mengoptimalkan produksi dan penyerapan garam dalam negeri karena produksi saat ini belum memenuhi seluruh kebutuhan industri.
Plt Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (4/7/2023), mengatakan, produksi garam lokal saat ini belum memenuhi seluruh kebutuhan industri, sehingga negara perlu menggunakan instrumen impor dalam rangka menjamin ketersediaannya.
"Pada 2023, kebutuhan garam nasional mencapai sekitar 4,9 juta ton dengan komposisi mayoritas berada di sektor industri manufaktur sebesar 90,9 persen," kata Ignatius.
Hal tersebut, kata dia, membuat pemerintah perlu melakukan penerapan kebijakan secara cermat untuk menjamin pengelolaan komoditas garam dengan tepat. Apalagi menurutnya, banyak sektor industri yang kegiatan komersialnya sangat bergantung pada garam, seperti industri khlor alkali, industri aneka pangan, industri farmasi dan kosmetik, industri water treatment, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri sabun dan deterjen, pertambangan, industri pengasinan ikan, hingga peternakan dan perkebunan.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, pemerintah diberikan amanat untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan atau bahan penolong dari dalam negeri atau luar negeri bagi perusahaan industri. Regulasi tersebut, lanjut dia, dirinci secara khusus melalui Peraturan Presiden No. 23/2022 tentang Neraca Komoditas.
Regulasi itu mengatur secara khusus agar tercipta keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan, sehingga produksi garam lokal dapat diserap maksimal dengan harga yang sesuai harapan, serta industri pengguna garam pun terjamin pasokannya. "Skema ini tentunya perlu untuk dievolusi secara sinambung. Kita terus berharap dan berupaya agar kemudian hari, Indonesia mampu mencapai cita-cita swasembada garam industri," ujarnya.
Oleh karena itu, Kemenperin menyambut baik atas prakarsa penerbitan Peraturan Presiden No. 126/2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional. Karena, melalui regulasi itu, setiap kementerian atau lembaga terkait diamanatkan untuk dapat bersinergi untuk mewujudkan kemandirian garam.
"Kami menyadari bahwa kita masih banyak mendapatkan tantangan dalam upaya meraih tujuan tersebut. Saat ini produksi garam lokal masih belum konsisten dan kurang optimal. Produksi tertinggi dalam kurun 10 tahun terakhir hanya mencapai 2,9 juta ton. Volume ini masih jauh dari angka kebutuhan yang mencapai 4,5 juta ton per-tahun," ujar Ignatius.