Jumat 07 Jul 2023 22:04 WIB

Ekonom Perkirakan Cadangan Devisa 155 Miliar Dolar AS di Akhir 2023

Tingkat inflasi tahunan terus menurun ke level terendah dalam 14 bulan.

Red: Lida Puspaningtyas
Petugas mendorong tumpukan uang tunai sebelum didistribusikan melalui kantor cabang dan mesin ATM di Pooling Cash Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis (8/9/2022). Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2022 stagnan sebesar 132,2 miliar dollar AS jika dibandingkan pada Juli lalu yang juga sebesar 132,2 miliar dollar AS.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Petugas mendorong tumpukan uang tunai sebelum didistribusikan melalui kantor cabang dan mesin ATM di Pooling Cash Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis (8/9/2022). Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2022 stagnan sebesar 132,2 miliar dollar AS jika dibandingkan pada Juli lalu yang juga sebesar 132,2 miliar dollar AS.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan cadangan devisa Indonesia akan bertahan pada tingkat yang memuaskan, yakni berkisar 135 sampai 155 miliar dolar AS pada akhir 2023.

"Hal ini berpotensi untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di tengah ketidakpastian global yang meningkat," kata Faisal dalam keterangan resmi, Jumat (7/7/2023).

Baca Juga

Ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan mencapai Rp 14.864 per dolar AS pada akhir 2023 atau menguat dari Rp 15.568 per dolar AS pada akhir 2022.

Sementara itu, neraca transaksi berjalan diperkirakan akan mengalami defisit yang terkendali atau minus 0,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023, yang menunjukkan bahwa neraca transaksi berjalan masih berada dalam kondisi yang kuat.

Neraca transaksi berjalan menurun dari posisi pada akhir 2022 yang surplus 0,99 persen dari PDB terutama karena pelemahan pertumbuhan ekspor.

"Ekspor termoderasi dipicu oleh penurunan harga komoditas akibat melemahnya permintaan global di tengah berlanjutnya tekanan inflasi dan kenaikan suku bunga acuan bank-bank sentral di dunia," katanya.

Sementara itu, impor berpotensi tumbuh lebih kuat dibandingkan ekspor sebagai hasil dari pemulihan permintaan yang berkelanjutan di beberapa negara yang didukung oleh mobilitas masyarakat yang membaik dan tingkat inflasi yang terus menurun.

Ia mengatakan risiko berpotensi timbul dari kebijakan bank sentral utama di dunia yang lebih ketat di tengah inflasi yang berlanjut, yang dapat meningkatkan ketidakpastian dan menghambat arus modal masuk ke pasar obligasi dan saham Indonesia.

"Kabar baiknya, tingkat inflasi tahunan terus menurun ke level terendah dalam 14 bulan yakni ke 3,52 persen secara tahunan di Juni 20223 atau kembali ke dalam kisaran target pemerintah sebesar 2 sampai 4 persen selama dua bulan berturut-turut," katanya.

Karena selisih suku bunga dengan tingkat inflasi semakin lebar, instrumen keuangan Indonesia masih relatif lebih menarik dibandingkan negara lain, sehingga aliran modal berpotensi terus masuk ke Indonesia.

Dedikasi pemerintah yang tak tergoyahkan untuk mempromosikan hilirisasi sumber daya alam juga dapat menarik investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke Indonesia.

"Selain itu, inisiatif-inisiatif yang ditujukan untuk mempertahankan penerimaan ekspor dari sumber daya alam, seperti penggunaan term deposit valuta asing Devisa Hasil Ekspor yang disediakan oleh Bank Indonesia, menjadi salah satu langkah untuk mencegah penempatan aset beralih ke luar negeri," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement