EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) bakal mensinergikan sistem resi gudang (SRG) dengan pasar lelang komoditi (PLK). Hal ini bertujuan demi menciptakan stabilitas harga pangan nasional dan menjaga asas keadilan bagi petani hingga nelayan dan juga pelaku industri.
Kepala Bappebti Kemendag Didid Noordiatmoko mengatakan SRG menyediakan gudang penyimpanan bagi hasil produksi petani dan nelayan. Dalam prosesnya, petani atau nelayan tak perlu menjual hasil produksi di saat harga sedang mengalami penurunan.
"Ketika masa panen, barang banyak, biasanya harga anjlok, petani akan rugi. Supaya bisa mendapat harga yang stabil, hasil panen ditaruh di gudang, kemudian akan mendapatkan resi," ujar Didid saat konferensi pers terkait perkembangan isu strategis di Bappebti di Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Didid menyebut resi tersebut bisa berfungsi sebagai pembiayaan dari bank. Sehingga, petani mendapatkan penjualan berdasarkan saat kondisi harga normal. Sementara itu, pihak bank dapat menjual hasil panen saat harga telah normal kembali. Didid menilai hal ini merupakan solusi terbaik yang mana petani tidak mengalami kerugian saat tengah masa panen.
"Ini juga menjadi upaya kami dalam menjaga rantai pasok stok pangan. Dengan adanya gudang, kita akan tahu data sebenarnya stok pangan kita dan itu ada di mana saja. (SRG) menjadi bagian dari upaya kita menjaga stabilitas harga," ucap Didid.
Didid menyebut SRG tak hanya berguna untuk memenuhi kebutuhan nasional, melainkan juga punya potensi besar untuk ekspansi ke luar negeri. Pada tahun ini, SRG telah memulai aksi ekspor untuk rumput laut dan telur ikan terbang ke Jepang dan Cina.
Mekanismenya cukup sederhana. Didid menjelaskan, nelayan dapat memberikan hasil tangkapan rumput laut dan telur ikan terbang ke perusahaan atau agregator yang kemudian menyimpannya ke gudang yang masuk dalam ekosistem SRG.
"Nelayan langsung dapat uangnya. Pengusaha juga memperoleh keuntungan karena relatif tidak modal, hanya menyediakan gudang yang sudah dapat izin dari kami untuk ekspor. Sampai Juli ini sudah ada (ekspor produk kelautan) sebesar Rp 338 miliar. Memang belum banyak karena perlu gudang khusus," lanjut Didid.
Dalam Permendag Nomor 24 Tahun 2023, ucap Didid, terdapat 22 jenis komoditi dalam mekanisme SRG yang meliputi gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gula, kedelai, tembakau, hingga kayu manis. Dalam pengoperasiannya, Kemendag pun bersinergi dengan kementerian teknis terkait seperti Kementerian Pertanian hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Selain SRG, lanjut Didid, Kemendag mendapat amanat untuk melakukan pasar lelang komoditi (PLK). Kemendag saat ini tengah menyusun mekanisme PLK, termasuk mengatur pemilik produk, pembeli, pelaksana lelang, hingga proses transaksi.
Dengan PLK, Didid sampaikan, Kemendag ingin menjembatani aspirasi petani hingga nelayan dan juga kebutuhan industri sebagai offtaker. Yang terjadi selama ini, menurut Didid, petani dan nelayan acapkali tak memiliki daya tawar saat berhadapan dengan industri.
"Contoh saat di Kudus, Jawa Tengah, petani tembakau merasa harga terlalu murah dibanding modal, jadi rugi. Dari sisi industri, PT Djarum mengatakan tembakaunya tidak sesuai dengan standar. Ini tidak hanya di tembakau, tapi komoditi lain pun sama," sambung Didid.
Didid menyebut PLK akan mendorong hasil produksi pertanian, perkebunan, dan perikanan dapat memiliki standar yang diharapkan industri sehingga bisa menemukan keseimbangan harga. Rancangan Permendag tentang PLK sendiri sedang disusun dan diharapkan sudah bisa berjalan pada tahun depan.
"Nanti coba kami gabungan PLK dan SRG. Kami berharap petani dan nelayan dapat memperoleh harga yang fair dan industri pun mendapatkan produk yang terstandarisasi," kata Didid.