EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan akan terus menjaga stabilitas sektor jasa keuangan melalui berbagai kebijakan pengawasan yang tegas sesuai ketentuan untuk melindungi konsumen dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK Bulan Juli 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga dan resilien didukung oleh permodalan yang solid dan likuiditas yang memadai.
Kondisi stabil dan resilien industri jasa keuangan itu merupakan upaya keras OJK dalam membangun kebijakan melalui berbagai ketentuan pengawasan yang diberlakukan secara tegas dan konsisten, termasuk pemberian sanksi-sanksi atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Sementara, secara paralel, pengawasan terhadap perilaku pelaku usaha jasa keuangan atau market conduct juga dilakukan secara tepat.
Hingga Juli 2023, OJK telah mengenakan sanksi administratif atas pemeriksaan kasus di Pasar Modal kepada 28 (dua puluh delapan) pihak yang terdiri atas sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 12,95 miliar, 1 pencabutan izin, 4 perintah tertulis, dan 13 peringatan tertulis serta mengenakan sanksi administratif berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp 11,10 miliar kepada 155 pelaku jasa keuangan di Pasar Modal.
OJK telah mengenakan sanksi administratif berupa denda terhadap kasus Penawaran dan/atau Penjualan Medium Term Notes (MTN) PT Perum Perumnas (Persero), kepada 2 Lembaga Jasa Keuangan (LJK) karena telah menawarkan dan menjual Efek tersebut kepada lebih dari 50 Pihak tanpa menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada OJK dan tanpa adanya surat Pernyataan Efektif yang diberikan OJK.
Di sisi langkah penegakan ketentuan di sektor IKNB, OJK telah mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan PT Bentara Sinergies Multifinance pada tanggal 5 Juli 2023. OJK juga telah memberikan sejumlah Tindakan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum untuk fintech P2P lending dan Perusahaan Pembiayaan sesuai dengan ketentuan permodalan yang diiatur dalam Peraturan OJK.
Dari aspek pelindungan konsumen, OJK terus mendorong penyelesaian pengaduan yang telah masuk melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK), baik yang berindikasi sengketa maupun yang tergolong indikasi pelanggaran.
Terkait hal tersebut, terdapat 9.956 pengaduan (81,77 persen) yang terselesaikan penanganannya melalui proses Internal Dispute Resolution oleh PUJK, dan sebanyak 2.219 pengaduan (18,23 persen) sedang dalam proses penyelesaian.
Di sisi pemberantasan pinjaman online ilegal dan investasi ilegal, OJK bersama seluruh anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Waspada Investasi/SWI) dari 12 Kementerian/Lembaga meningkatkan koordinasi dalam penanganan investasi dan pinjaman online ilegal, di mana sejak 2017 hingga 31 Juli 2023 SWI telah menghentikan 6.894 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 1.193 entitas investasi ilegal, 5.450 entitas pinjaman online ilegal, dan 251 entitas gadai ilegal.
Dalam pelaksanaan fungsi penyidikan, sejak 2014 sampai dengan 28 Juli 2023 Penyidik OJK telah menyelesaikan total 108 perkara yang terdiri dari 83 perkara Perbankan, 5 perkara Pasar Modal dan 20 perkara IKNB. Selanjutnya jumlah perkara yang telah diputus oleh pengadilan sebanyak 89 perkara, di antaranya 71 perkara telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah), 2 perkara masih dalam proses banding, dan 16 perkara masih dalam tahap kasasi.
Dengan langkah-langkah penguatan dan penegakan hukum tersebut, OJK optimistis stabilitas sistem keuangan dapat terjaga khususnya dalam mengantisipasi peningkatan risiko eksternal dan semakin mendorong pemulihan ekonomi nasional pascapandemi.
Semakin baik
Terkait pengawasan yang dilakukan OJK, Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan saat ini pengawasan perbankan oleh OJK semakin baik dan tentunya menempatkan bank sebagai the most heavily regulated industry sektor keuangan.
“Sejauh ini meski ada tekanan resesi diberbagai negara, tidak ada kasus Century terulang lagi, apalagi sampai bailout,” ujarnya, Sabtu (5/8/2023). Jika dilihat juga, jelas dia, selama krisis pandemi permodalan dan non performing loan bank tetap di batas aman.
Secara terpisah, ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet menekankan pentingnya proses pengawasan awal atau tindakan preventif. Mengapa? Ia menyatakan proses ini bisa menghindarkan konsumen dari beragam produk keuangan yang merugikan. Misalnya, saat terjadi kasus Jiwasraya, kemudian Asabri, dan beberapa kasus sektor keuangan.
"Dalam konteks pengawasan, pencegahan awal perlu disempurnakan dalam proses pengawasan yang dilakukan OJK," katanya.
Apalagi, sejak 10 tahun terakhir ini, jelas dia, secara bertahap OJK berperan sebagai institusi yang ditugasi mengawasi sektor keuangan. Seiring berjalannya waktu, penting bagi OJK untuk terus melakukan penyempurnaan.