EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier meyakini investasi di bidang pengembangan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia prospektif didukung kebijakan yang tepat dan permintaan pasar yang besar.
“Kalau investor melihat dengan jernih, regulasinya sudah siap. Investasi di Indonesia peluangnya sangat besar, market-nya sangat luas, ditambah ASEAN,” katanya dalam dalam diskusi Forwin bertajuk “Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia” di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Di sisi lain, pertumbuhan EV secara global juga tercatat sangat pesat. Penjualan mobil listrik global pada 2022 mencapai 13 persen sebanyak 10,5 juta unit, meningkat dari tahun sebelumnya yang porsinya baru mencapai 8 persen sebanyak 6,7 juta unit.
Berdasarkan sebarannya, penjualan mobil listrik paling tinggi terjadi di China dengan 6,1 juta unit, disusul Eropa dengan 2,6 juta unit, kemudian Afrika 1,1 juta unit dan sisanya tersebar di Asia, ASEAN, termasuk Indonesia.
“Dunia sekarang bergerak untuk mengarah ke pengurangan karbon. Indonesia punya instrumen, regulasinya sudah ada, sekarang yang perlu diubah adalah mindset dan behaviour kita untuk masuk ke EV,” katanya.
Taufiek pun mengatakan minat perusahaan otomotif untuk membangun fasilitas produksi di Tanah Air masih sangat tinggi. Ia menyebut ada empat perusahaan otomotif dari Eropa hingga China yang berminat membangun pabrik di Indonesia. Namun, ia mengaku tidak bisa menyebutkannya karena informasinya masih bersifat rahasia.
“Kami kemarin sudah dapat empat perusahaan yang ingin punya pabrik di Indonesia. Saya tidak bisa sebut karena confidential. Tapi paling tidak animonya sudah datang,” katanya.
Taufiek menambahkan, keempat perusahaan itu sangat bersemangat untuk bisa segera membangun fasilitas produksi di Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk memberikan bantuan pembelian kendaraan listrik bagi masyarakat menjadi salah satu pendorong investasi.
“Yang empat itu bersemangat. Yang jelas ada kaitan atau tidak (dengan bantuan), mereka sudah mau masuk. (Dari) Eropa, China juga ada. Tapi yang jelas, dengan adanya investasi, kami berpikir suplai harus ada dulu untuk mensubstitusi impor,” katanya.