EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) saat ini sedang fokus untuk memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) guna meningkatkan pertumbuhan kredit dengan fokus pada beberapa sektor prioritas. Bentuknya adalah potongan untuk setoran giro wajib minimum (GWM).
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M Juhro mengatakan, karena insentif ini dalam bentuk pengurangan GWM, akan menambah pasokan likuiditas perbankan yang aktif menyalurkan kredit atau pembiayaan. Diketahui, GWM yang ditetapkan saat ini adalah 9 persen dengan maksimal pemenuhan insentif maksimal 400 basis poin (bps).
“Jadi, insentif ini kalau bank sangat rajin (menyalurkan kredit), semua sektor dibiayai dengan growth tinggi, mendorong inklusi, kemudian pembiayaan hijau, bank bisa dapat maksimal. Jadi, esensi insentif itu begitu. Bagi bank yang punya komitmen bisa dapat keringanan karena dapat insentif. Itu insentif likuiditasnya, dapatnya GWM tidak perlu dipenuhi 9 persen,” ujarnya dalam Taklimat Media di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Diharapkan, dengan semakin rajinnya bank menyalurkan kredit akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Karena, kebijakan ini dibuat untuk mempertahankan stabilitas perekonomian nasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Adapun sektor-sektor kredit yang bisa mendapatkan insentif itu terbagi ke empat sektor. Sektor pertama adalah hilirisasi minerba seperti industri di sektor nikel, timah, tembaga, bauksit, serta besi baja, emas perak, aspal buton, maupun batu bara.
Untuk sektor ini, bank didorong untuk meningkatkan kredit mulai dari 3-7 persen untuk mendapat potongan GWM sebesar 0,2 persen. Sedangkan, bagi yang bisa menyalurkan di atas 7 persen akan mendapatkan insentif sebesar 0,3 persen.
Sektor kedua adalah non-minerba, yakni tanaman pangan, tanaman perkebunan CPO dan tebu, tanaman perkebunan, perikanan dan peternakan. Jika bank mampu menyalurkan kredit mulai dari 3-7 persen, akan mendapatkan insentif potongan GWM sebesar 0,6 persen. Sementara jika pertumbuhan kredit di atas 7 persen akan mendapat insentif 0,8 persen.
Sektor ketiga adalah perumahan, seperti KPR dan KPA, konstruksi gedung tempat tinggal, serta real estate tempat tinggal yang akan mendapat insentif 0,5 persen bila penyaluran kreditnya tumbuhnya 3-7 persen. Bila bank mampu menyalurkan kredit di atas 7 persen, akan mendapatkan insentif 0,6 persen.
Untuk sektor terakhir adalah pariwisata, yang terdiri dari penyedia akomodasi, makanan dan minuman. Insentif yang disediakan adalah 0,25 persen, jika kredit tumbuh 3-7 persen. Bila melampui 7 persen, akan mendapatkan insentif 0,3 persen.
Solikin melanjutkan, pemberian iinsentif ini diberikan berdasarkan evaluasi yang dilakukan secara berkala. Dari evaluasi tersebut, terbukti bahwa insentif berdampak positif ke penyaluran kredit.
“Jadi kredit kita kalau tidak ada kebijakan ini sebagian tertahan di GWM,” ujarnya.
Ia juga memastikan, dengan adanya kebijakan yang akan mulai diterapkan per 1 Oktober 2023 ini tidak akan mengganggu stabilitas perekonomian. Kekhawatiran akan makin banyaknya uang yang beredar dan menyebabkan inflasi pun ia pastikan tak akan terjadi.
“Kalkulasinya tidak mengganggu stabilitas makro, kalau nanti ekonomi tumbuh sampai 11 persen masih dalam range target tidak akan ganggu stabilitas keuangan dan memang kebijakan ini akan terus dievaluasi,” katanya.