EKBIS.CO, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menyebut Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai contoh keberhasilan Prakarsa Sabuk dan Jalan atau Belt and Road Initiative (BRI) yang diinisiasi Pemerintah China.
"Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah proyek unggulan di bawah kerja sama 'Belt and Road Initiative' antara China dan Indonesia, selama ini mendapat perhatian pribadi dari kedua pemimpin negara," kata Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, China, pada Kamis (14/9/2023).
Presiden Joko Widodo kemarin Rabu (13/9/2023) melakukan kunjungan kerja ke Jawa Barat dengan menggunakan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang sekaligus melakukan uji coba sebelum resmi dioperasikan.
Presiden yang biasa disapa Jokowi itu menyebut kereta tersebut nyaman digunakan bahkan saat mencapai kecepatan maksimal 350 km/jam.
"Kereta berkecepatan tinggi itu, yang pertama di jenisnya di Asia Tenggara, dan merupakan kereta cepat yang pertama di luar China dengan sistem pemantauan yang sama, faktor produksi dan rantai industri yang dipasok oleh China," tambah Mao Ning.
Kereta cepat tersebut, menurut Mao Ning, juga menjadi contoh sukses China bersama dengan negara di kawasan dalam mengejar modernisasi.
"Dengan mengikuti prinsip konsultasi, kontribusi dan manfaat bersama. Hal ini pasti akan memberikan dorongan kuat untuk konektivitas regional. Kami telah mengetahui uji coba Presiden Joko Widodo dan komentarnya yang positif," ungkap Mao.
Ia berharap dan percaya bahwa kereta berkecepatan tinggi akan membantu memudahkan masyarakat Indonesia dalam bertransportasi.
"Dan tentu akan mendorong potensi lokal untuk pembangunan ekonomi," kata Mao Ning.
Saat uji coba, kereta cepat pertama di Indonesia tersebut melaju secara perlahan mulai dari kecepatan 50 km per jam hingga kecepatan maksimal 350 km/jam.
Presiden Jokowi berharap kehadiran moda transportasi ini meningkatkan minat masyarakat untuk berpindah dari mobil pribadi ke transportasi umum sehingga mengurangi kemacetan dan polusi udara di Jakarta, Bandung, dan sekitarnya.
BRI adalah program yang diperkenalkan oleh Presiden China Xi Jinping pada 2013 dengan nama One Belt One Road (OBOR).
Saat itu Xi Jinping ingin menghidupkan kembali kejayaan Jalur Sutera (Silk Road) pada abad ke-21. Setidaknya 147 negara, termasuk Indonesia, sudah sepakat masuk program BRI, dengan nilai investasi sejak 2013 hingga paruh pertama 2022 telah mencapai 932 miliar dolar AS.
Kata "belt" atau sabuk mengacu pada jalur darat berupa jalan yang menghubungkan China ke Asia Tengah dan Selatan, serta Eropa dan rel kereta yang juga disebut sebagai Sabuk Ekonomi Jalur Sutera sedangkan "road" lebih merujuk pada jalur laut atau Jalur Sutera Maritim pada Abad ke-21 yang menghubungkan China ke Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika Timur dan Utara, serta Eropa.
Untuk mengumpulkan pendanaan bagi proyek-proyek infrastruktur BRI, dibentuklah Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang 26 persen sahamnya dikuasai China, sementara Indonesia menjadi penyetor terbesar ke-8 dengan 672 juta dolar AS yang dibayarkan bertahap dalam lima tahun.
Proyek-proyek infrastruktur di Indonesia yang mendapatkan pendanaan dari AIIB, antara lain light rail transit (LRT) dan kereta cepat (high speed rail/HSR).