Indonesia sadar
Untuk Indonesia, berbagai pihak pemangku kepentingan telah menyadari akan pentingnya membangun energi baru terbarukan yang tidak lagi tergantung kepada energi fosil. Contohnya, Ketua DPR RI Puan Maharani usai menghadiri puncak Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, Energi Baru Terbarukan (LIKE) 2023, menyatakan bahwa dalam memajukan ekosistem EBT untuk memerangi krisis iklim, DPR juga sudah berperan serta dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk memenuhi kebutuhan tambahan listrik di gedung wakil rakyat.
Panel surya pada PLTS itu terpasang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, tepatnya di taman energi DPR yang berada di depan Gedung Nusantara.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga telah memastikan bahwa pencapaian target emisi karbon nol akan dilakukan Indonesia tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
Sejumlah langkah yang telah dilakukan Indonesia untuk menurunkan emisi karbon tersebut antara lain adalah mengurangi 39 persen sampah yang dibuang ke laut, mendirikan titik pengolahan sampah yang ditargetkan pada 2027 dapat memproses 30 ribu ton sampah per hari, menanam ulang mangrove di lahan seluas 600 ribu hektare, dan transisi energi.
Selain itu, meski sumber listrik Indonesia masih didominasi oleh PLTU batu bara, tetapi Menteri ESDM Arifin Tasfin juga telah mengabarkan bahwa PLTU berbasis batu bara terakhir akan pensiun pada 2058.
Tentu saja berbagai pandangan optimistis tersebut juga didasari dengan posisi Indonesia yang kaya akan sumber energi terbarukan yang perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mewujudkan kemandirian energi.
Apalagi, sejumlah konflik seperti perang di Ukraina juga mengajarkan betapa besarnya kemungkinan bahwa suatu perselisihan antarnegara dapat berdampak kepada kondisi pasokan energi suatu negara yang sebenarnya tidak menjadi pelaku utama dalam konflik tersebut.