EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai langkah pemerintah melarang media sosial berjualan merupakan hal yang tepat. Piter menilai pemerintah memang seharusnya turun tangan mengintervensi terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.
"Social commerce sebaiknya dilarang karena berpotensi melanggar perlindungan konsumen dan persaingan usaha yang sehat," ujar Piter saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Selasa (26/9/2023).
Piter menyampaikan perkembangan zaman memang mengubah banyak kebiasaan masyarakat, termasuk saat membeli barang. Untuk itu, Piter melanjutkan, pemerintah perlu mengatur hal tersebut dalam menjaga persaingan yang sehat.
Piter menyampaikan, pusat pembelanjaan seperti Pasar Tanah Abang pun tak luput terkena imbas dari perubahan gaya hidup konsumen yang lebih bersifat digital.
"Masyarakat mulai menikmati berbelanja secara daring, jadi tidak hanya disebabkan oleh Tiktok, tetapi juga oleh bentuk-bentuk belanja daring lainnya," kata Piter.
Piter menyampaikan masyarakat lebih memilih belanja secara daring karena jauh lebih mudah dan lebih murah. Piter mengatakan sejumlah produk yang laris manis di pasar digital menyasar produk-produk busana, alas kaki, kebutuhan pokok, kecantikan, dan obat-obatan.
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, tidak akan memberikan izin kepada Tiktok untuk melakukan aktivitas perdagangan. Itu karena, izin platform tersebut di Indonesia sebagai media sosial.
Bahlil menegaskan, meski kemudian Tiktok mengurus izin untuk berdagang, dirinya tetap tidak bisa memberi izin. "Nggak bisa, aku nggak kasih (izin), karena aturan dia sosmed saja. Nanti kalau Tiktok (diizinkan) Whatsapp buat juga, mau jadi apa negara kita?" ujarnya saat ditanya Republika.co.id, Senin (25/9/2023).
Pemerintah sudah menggelar rapat terbatas atau ratas mengenai aturan bagi media sosial, e-commerce, dan social commerce. Tujuannya demi memproteksi ruang dari berbagai produk luar negeri dan melindungi pasar UMKM.