Selasa 26 Sep 2023 15:54 WIB

UMKM Harap Kembali Berjualan dengan Harga Wajar

UMKM sulit bersaing dengan penjual yang menawarkan harga sangat murah.

Red: Friska Yolandha
Pemerintah akhirnya meneken Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.
Foto: AP Photo/Michael Dwyer
Pemerintah akhirnya meneken Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah akhirnya meneken Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, Senin (25/9/2023). Pelaku usaha berharap aturan ini dapat mengembalikan iklim usaha yang wajar di platform online.

"Sebagai seller, kami ingin kembali menjual dengan harga wajar, nggak banting harga kayak sekarang," ujar owner brand lokal Dinda Dwi Wahyuni kepada Republika.co.id, Selasa (26/9/2023).

Baca Juga

Ia mengapresiasi upaya pemerintah mengatur ketat regulasi untuk TikTok Shop. Pasalnya, iklim perdagangan yang diusung platform media sosial itu sudah tidak sehat.

Dinda yang mengembangkan produk pakaian di bawah merek dagang Pulchragallery ini mengatakan image TikTok saat ini memang menjual produk murah. Ditambah masyarakat saat ini berpindah ke pasar yang lebih murah. 

"Barang yang tidak bisa bersaing dengan harga (murah) itu tidak akan dapat perhatian, jadinya tidak dapat customer," katanya.

Subsidi yang diberikan TikTok pada pedagang membuat mereka dapat menjual produk dengan harga yang murah. Hal ini akan menyulitkan bagi pelaku usaha yang tidak disubsidi. 

"Apalagi kita yang cost production-nya lebih tinggi dari seller lain, tidak dapat subsidi, akhirnya orang pindah ke TikTok dan UMKM tidak bisa bersaing," katanya.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, TikTok sebagai sosial e-commerce hanya diperbolehkan untuk memfasilitasi kegiatan promosi barang atau jasa. Platform social commerce tidak boleh melakukan kegiatan transaksi jual beli secara langsung.

"Social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang/jasa, tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, nggak boleh lagi. Dia hanya boleh promosi, seperti TV ya, iklan boleh, tapi nggak bisa jualan, nggak bisa terima uang. Jadi dia semacam platform digital, tugasnya mempromosikan," jelasnya.

Kemudian, platform media sosial juga tidak boleh bertindak sebagai produsen. Selain itu, dalam regulasi ini juga diatur bahwa dalam sekali transaksi produk impor minimal senilai 100 dolar AS.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement