EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Republik Sosialis Demokratik Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, di China World Hotel, Beijing, Selasa (17/10/2023). Dalam pertemuan tersebut, Jokowi berharap dukungan Sri Lanka untuk dapat mencabut kebijakan larangan impor minyak sawit.
Ia mengatakan, minyak sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia yang diproduksi dengan memperhatikan standar lingkungan. "Saya usul kita bentuk mekanisme khusus untuk membuka kembali akses pasar minyak sawit Indonesia di Sri Lanka," kata Jokowi, dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden.
Selain itu, Jokowi mendorong partisipasi BUMN Indonesia di Sri Lanka. Presiden menyebut bahwa beberapa BUMN Indonesia telah menjajaki kerja sama konkret dengan Sri Lanka.
Jokowi pun berharap Presiden Wickremesinghe dapat mendukung kerja sama tersebut, terutama di bidang pengadaan gerbong kereta api dan pencetakan paspor elektronik Sri Lanka.
Dalam pertemuan itu, Jokowi dan Wickremesinghe juga membahas peningkatan kerja sama kedua negara di berbagai bidang lainnya. Di bidang ekonomi, Jokowi menyambut baik keinginan Sri Lanka untuk membentuk perjanjian perdagangan preferensi atau preferential trade agreement dengan Indonesia.
Berdasarkan data, volume perdagangan Indonesia-Sri Lanka turun 27,5 persen pada 2022 sehingga dibutuhkan upaya bersama untuk meningkatkan nilai perdagangan kedua negara. "Untuk itu, saya menyambut baik keinginan Sri Lanka membentuk preferential trade agreement dengan Indonesia," ujar Jokowi.
Terakhir, Presiden Jokowi dan Presiden Wickremesinghe juga membahas kerja sama ekonomi biru. Jokowi menyatakan dukungan Indonesia terhadap keketuaan Sri Lanka di IORA pada periode 2023-2025 dan menyambut baik keinginan Sri Lanka menjadi ASEAN Sectoral Partner.
"Indonesia juga baru saja selenggarakan KTT AIS sebagai platform kerja sama negara kepulauan dan pulau untuk dorong solusi inovatif pengelolaan laut yang berkelanjutan," ucap Jokowi.
Turut mendampingi Presiden dalam pertemuan tersebut adalah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Ad Interim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Erick Thohir, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun.