EKBIS.CO, NEW YORK-- Harga minyak naik tipis pada akhir perdagangan pada Selasa, karena investor menunggu untuk melihat apakah upaya diplomatik Amerika Serikat dan perjalanan Presiden Joe Biden ke Israel akan mencegah meluasnya konflik di Timur Tengah.
Seperti dilansir dari laman Reuters, Rabu (18/10/2023) minyak mentah berjangka Brent naik 25 sen menjadi 89,90 dolar AS per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS tidak berubah pada 86,66 dolar AS.
Harga minyak turun di awal sesi ketika Ketua Bank Sentral Richmond Federal Thomas Barkin mengatakan, biaya pinjaman jangka panjang AS yang lebih tinggi memberikan tekanan pada permintaan, tetapi tidak jelas bagaimana hal ini akan memengaruhi keputusan suku bunga bank sentral dalam tiga pekan.
Kenaikan suku bunga untuk mengendalikan inflasi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Kedua harga minyak acuan tersebut menguat pekan lalu di tengah kekhawatiran konflik Israel-Hamas dapat meluas ke wilayah penghasil minyak. Patokan global Brent naik 7,5 persen, kenaikan pekanan terbesar sejak Februari.
Kunjungan Biden ke Israel pada Rabu bertujuan menyeimbangkan antara menunjukkan dukungan pada perang Israel terhadap Hamas dan mencoba menggalang negara-negara Arab membantu mencegah konflik regional, setelah Iran yang merupakan anggota OPEC menjanjikan tindakan pencegahan dari front perlawanan negaranya.
“Harga minyak sedang goyah karena para pedagang energi menunggu untuk melihat apakah upaya diplomatik AS akan berhasil dalam mencegah konflik Israel-Hamas berubah menjadi perang regional yang lebih luas,” kata Analis pasar senior di OANDA Edward Moya.
Memberikan dukungan terhadap harga, penjualan ritel AS meningkat lebih dari perkiraan pada bulan September karena rumah tangga meningkatkan pembelian kendaraan bermotor dan menghabiskan lebih banyak uang di restoran dan bar.
Membebani harga dengan kemungkinan peningkatan pasokan, pemerintah dan oposisi Venezuela akan melanjutkan perundingan yang telah lama tertunda pada hari Selasa, yang dapat menyebabkan pelonggaran sanksi oleh Washington, kata berbagai sumber.
Sejak 2019 AS menjatuhkan sanksi terhadap ekspor minyak dari Venezuela, yang merupakan anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), untuk menghukum pemerintahan Presiden Nicolas Maduro setelah pemilu pada 2018 yang dianggap palsu oleh Washington.
Pemerintah AS telah mencari cara untuk meningkatkan aliran minyak ke pasar dunia untuk mengurangi harga yang tinggi. Namun peningkatan produksi minyak riil di Venezuela akan memakan waktu karena kurangnya investasi.
CEO Saudi Aramco Amin Nasser mengatakan perusahaan minyak terbesar di dunia dapat meningkatkan produksi dalam beberapa minggu jika diperlukan.
Nasser mengatakan permintaan minyak global akan meningkat menjadi 103 juta barel per hari (bph) pada paruh kedua tahun ini sementara kapasitas cadangan perusahaan sebanyak tiga juta barel per hari.
“Pasar sangat ketat saat ini dan itulah mengapa kami sangat gugup,” kata Analis di Price Futures Group Phil Flynn.
“Bahkan jika OPEC meningkatkan produksinya, produksi terbesar yang bisa mereka tingkatkan adalah tiga juta barel per hari. Itu angka yang menakutkan,” kata Flynn.
OPEC+, yang terdiri atas negara-negara OPEC dan sekutu utamanya termasuk Rusia, telah memangkas produksi sejak tahun lalu sebagai tindakan pencegahan untuk menjaga stabilitas pasar.
Mengenai pasokan AS, data industri menunjukkan stok minyak mentah turun sekitar 4,4 juta barel dalam pekan yang berakhir 13 Oktober, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute pada hari Selasa.
Tujuh analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan rata-rata persediaan minyak mentah turun 300.000 barel dalam sepekan hingga 13 Oktober.