EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengatakan pelemahan rupiah akan berlanjut dalam jangka menengah karena dipengaruhi tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) pasca data penjualan ritel AS lebih baik dari perkiraan.
"Pelemahan rupiah memang masih sangat dipengaruhi oleh faktor global, yaitu tren penguatan dolar AS yang masih berlanjut, kemungkinan dalam jangka menengah. Hal ini didorong oleh data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, antara lain yang kemarin baru dirilis, yaitu penjualan ritel AS," kata Rully di Jakarta, Rabu (18/10/2023).
Penjualan ritel AS naik 0,7 persen month to month (MoM) dengan ekspektasi 0,3 persen dan naik 3,8 persen year on year (YoY) dengan ekspektasi 1,5 persen.
Di samping itu, sentimen positif dari dalam negeri masih belum cukup mendorong penguatan rupiah.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia hingga September 2023 mencatatkan surplus sebesar 3,42 miliar dolar AS, lebih rendah dari perkiraan 2,27 miliar dolar AS. Angka tersebut meningkat 0,30 persen secara bulanan (month to month).
Selain faktor data ekonomi AS yang membaik pelemahan rupiah turut dipengaruhi pernyataan hawkish dari pejabat The Fed Neel Kashkari yang melonjakkan imbal hasil obligasi AS. Dia menyinggung perihal inflasi AS yang masih tinggi.
"Imbal hasil obligasi dua tahun sekarang berada di kisaran 5,200 persen dan 10 tahun di 4,841 persen," ujar Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong.
Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah melemah 14 poin atau 0,09 persen menjadi Rp 15.730 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp 15.716 per dolar AS.
Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Rabu turut melemah ke posisi Rp 15.731 dari sebelumnya Rp 15.718 per dolar AS.