EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebutkan, dalam kebijakan transformasi digital, ada empat hal yang diatur. Pertama, pengaturan terkait platform bisnis dan kedua, pengaturan arus impor barang consumer goods.
Ketiga adalah mengatur sistem perdagangannya. Kebijakan keempat, yaitu peningkatan daya saing produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam negeri.
Teten mengakui, guna menerapkan itu, Indonesia harus belajar dari kebijakan yang dilakukan China. Itu karena, keberadaan platform digital bisa menjadi peluang, tapi bisa juga ancaman.
"Bila kita menguasai teknologi, bisa mengkoloni sebuah negara," kata Teten dalam keterangan resmi, Selasa (24/10/2023).
Ia melanjutkan, China memperkuat platform ekonomi digitalnya agar tidak bisa ditembus platform luar.
Google misalnya, sambung dia, tidak bisa masuk. Kemudian China menciptakan Baidu sebagai mesin pencari atau search engine mereka, dan berbagai upaya lain.
"Sekarang Tiktok yang buatan China itu sudah menguasai seluruh negara di dunia. Bahkan ada platform baru di China yang terhubung dengan 25 pabrik di sana," ungkap Teten.
Produknya bisa langsung datang ke konsumen, tanpa melalui distributor, reseller, dan sebagainya. "Kita memang tidak menguasai teknologinya, tapi kita memiliki kedaulatan negeri. Ini yang harus kita proteksi," ujar Teten.
Presiden pun, kata dia, telah menugaskan menteri terkait agar menyiapkan kebijakan ekonomi digital nasional. Tujuannya melindungi platform digital dalam negeri, melindungi industri lokal, melindungi UMKM, dan melindungi konsumen atau masyarakat.
Meski begitu, Teten menilai, kebijakan itu kerap kali dilihat sebagai antiinovasi dan antiteknologi. Padahal, ia menyatakan, pemerintah harus tetap melindungi UMKM dan produk dalam negeri dari serbuan produk-produk berharga lebih murah.
Di banyak negara, ujar dia, sudah diatur teknologinya. Salah satunya terkait transparansi algoritma dan data di dalam platformnya.
Hanya saja, sambungnya, meski ada pengaturan ekonomi digital di Indonesia, diyakini platform asing tidak akan pergi begitu saja dari Indonesia karena pangsa pasar di negara ini sangat luas. "Mereka memang boleh berbisnis di Indonesia, tapi dengan model bisnis yang berkelanjutan, jangan yang merusak," kata Teten.