EKBIS.CO, MALANG -- Saat ini peminat di bidang pertanian kian merosot. Anak muda semakin enggan untuk menekuni bidang pertanian karena dirasa kurang menjanjikan.
Berdasarkan data BBSDMP Kementan pada 2020, petani usia 20 sampai 39 tahun hanya sebesar 2,7 juta dari total petani 33,4 juta. Sebanyak 61 persen petani di Indonesia berusia di atas 45 tahun. "Banyak anak muda beranggapan profesi sebagai petani itu tidak keren," kata Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (BSIP Jestro), Nurdiah Husnah saat menghadiri Kuliah Tamu Mahasiswa Baru Program Studi (Prodi) Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan tajuk 'Menjawab Peluang dan tantangan Transformasi Pertanian berkelanjutan di Era 5.0', Senin (30/10/2023).
Menurut dia, ada beberapa masalah yang menjadi kunci pokok sehingga anak muda enggan untuk terjun ke dunia pertanian. Misalnya, terdapat alih fungsi lahan, modal pertanian yang sedikit, hingga teknik budi daya yang kurang presisi.
Penurunan SDM pertanian ini tak sebanding dengan permintaan masyarakat akan bahan pangan. Maka dari itu, diperlukan kolaborasi antara teknologi dan manusia agar dapat menciptakan pertanian yang selaras dengan era 5.0.
Penerapan teknologi di bidang pertanian bertujuan untuk menggabungkan kecerdasan buatan (AI) dengan kecerdasan manusia untuk memajukan pertanian Indonesia. Hal itu karena pertanian saat ini masih menerapkan pertanian konvensional yang membutuhkan tenaga dan biaya yang tak sedikit. Maka itu, perlu adanya kerja sama pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat untuk mengembangkan pertanian di era 5.0.
Sementara itu, Direktur PT Sumber Alam Unggul, Arif Wibowo menjelaskan, mekanisasi pertanian merupakan bentuk kolaborasi antara AI dan manusia untuk memanfaatkan penggunaan lahan yang sedikit namun dapat memaksimalkan hasil pertanian. Dia mencontohkan penggunaan pertanian dengan sistem aeroponik yang dirancang khusus dengan sistem otomatisasi penyiraman tanaman. "Juga penggunaan drone sebagai alat penyemprotan pupuk dan mesin panen pertanian,” kata Arif dalam pesan pers.
Pada kesempatan sama, Direktur PT Syngenta Seed Indonesia, Suwarno menilai, penerapan teknologi di bidang pertanian tak hanya terbatas pada pembuatan mesin-mesin canggih. Lebih dari itu, perkembangannya dapat berupa pembuatan pupuk, teknologi pembenihan untuk menciptakan benih unggul, hingga pembuatan pestisida organik untuk melawan hama. Mahasiswa memang harus disiapkan untuk menjadi pelopor dalam menciptakan ekosistem pertanian yang sesuai dengan industri 5.0.
Rektor UMM Profesor Fauzan menyampaikan, pihaknya saat ini sudah mempersiapkan mahasiswanya untuk dapat terjun langsung ke dunia industri. Mahasiswa dibekali dengan keahlian teknis agar saat memasuki dunia industri, mereka tidak bingung harus melakukan apa. Semua itu dikemas dalam bentuk kelas unggulan atau CoE yang sudah berdiri sejak 2018 lalu.