Kamis 15 Aug 2024 19:29 WIB

Pentingnya Akselerasi Kendaraan Listrik, BBM Ternyata Lebih Mematikan dari Rokok

Dampak-dampak bahan bakar fosil pada kesehatan akan semakin memburuk

Rep: Lintar Satria/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kendaraan mengeluarkan emisi saat melintas di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (14/8/2023). Pemerintah menilai kondisi polusi udara di Jakarta sudah berada diangka 156 dengan keterangan tidak sehat. Hal tersebut diakibatkan emisi transportasi, aktivitas industri di Jabodetabek serta ondisi kemarau panjang sejak tiga bulan terakhir. Presiden Joko Widodo merespon kondisi tersebut dengan menginstruksikan kepada sejumlah menteri dan Gubernur untuk segera menangani kondisi polusi udara dengan memberlakukan kebijakan WFH untuk mengatasi emisi transportasi, mengurangi kendaraan berbasi fosil dan beralih menggunakan transportasi massal, memperbanyak ruang terbuka hijau, serta melakukan rekayasa cuaca.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kendaraan mengeluarkan emisi saat melintas di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (14/8/2023). Pemerintah menilai kondisi polusi udara di Jakarta sudah berada diangka 156 dengan keterangan tidak sehat. Hal tersebut diakibatkan emisi transportasi, aktivitas industri di Jabodetabek serta ondisi kemarau panjang sejak tiga bulan terakhir. Presiden Joko Widodo merespon kondisi tersebut dengan menginstruksikan kepada sejumlah menteri dan Gubernur untuk segera menangani kondisi polusi udara dengan memberlakukan kebijakan WFH untuk mengatasi emisi transportasi, mengurangi kendaraan berbasi fosil dan beralih menggunakan transportasi massal, memperbanyak ruang terbuka hijau, serta melakukan rekayasa cuaca.

EKBIS.CO,  CANBERRA -- Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen untuk mengakselerasi pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik melalui pembangunan manufaktur baterai bagi kendaraan listrik.

Dukungan tersebut melalui penguatan regulasi dan pemberian insentif demi menumbuhkan industri otomotif dalam negeri. Selain itu juga mengakselerasi pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik melalui pembangunan manufaktur baterai bagi kendaraan listrik.

Salah satu hal pentingnya kendaraan listrik bisa terlihat dari hasil penelitian kelompok dokter Australia yang tergabung dalam Doctors for Environment. Tim tersebut merilis laporan yang mengungkapkan polusi bahan bakar fosil semakin membunuh lebih banyak orang dibandingkan rokok. Sebab meningkatkan resiko serangan jantung, kanker dan melemahkan kehamilan.

Dalam laporan Fossil Fuels are a Health Hazard yang diluncurkan di Canberra, para dokter juga menemukan bahan bakar fosil mengkontaminasi tubuh manusia dengan plastik. Sebagian besar plastik diproduksi dengan bahan kimia yang berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak, gas dan batu bara.

Para dokter mengatakan plastik dapat merembes masuk ke tubuh dan organ manusia lewat botol plastik, peralatan makan, dan produk kecantikan. Laporan itu menyebutkan terdapat "bukti yang sangat mengkhawatirkan" mengenai dampak plastik pada impotensi, kelahiran prematur, penyakit jantung dan berbagai jenis kanker.

"Bahan bakar fosil membahayakan kesehatan, bahan bakar fosil pendorong utama perubahan iklim, yang kita semua ketahui merupakan masalah kesehatan paling besar yang dihadapi manusia," kata direktur eksekutif Doctors for the Environment Australia Kate Wylie, seperti dikutip dari ABC News, Kamis (15/8/2024).

Pada para dokter, Wylie mengatakan sudah menjadi tugas dokter untuk berbicara lantang mengadvokasi kesehatan masyarakat. Ia menegaskan asap dapat membunuh baik itu dari rokok, pembuangan mobil atau tambang batu bara.

"Kami membahas bahaya kesehatan yang diakibatkan tembakau, bahaya kesehatan alkohol, bahaya kesehatan berjudi, mari membahas bahaya kesehatan bahan bakar fosil, yang menimbulkan lebih banyak kematian dan disabilitas dibandingkan gabungan semua masalah-masalah tadi," kata Wylie.

Laporan itu juga merujuk sejumlah sumber yang mengestimasi setiap tahunnya sekitar 10 juta orang tewas lebih awal akibat polusi udara. Hal ini menggarisbawahi pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia yang mengatakan 99 persen udara yang dapat dihirup di bumi melanggar pedoman keselamatan.

Meski negara-negara sudah berjanji mengurangi emisi mereka hingga "nol" dan Panel Antar-Pemerintah dalam Perubahan Iklim (IPCC) PBB berulang kali mengatakan tidak boleh ada lagi proyek bahan bakar fosil baru tapi pemerintah-pemerintah memperluas industri minyak dan gas.

Berdasarkan laporkan Doctors for the Environment tahun lalu terdapat 124 proyek bahan bakar baru dalam daftar proyek sumber daya dan energi pemerintah, sepuluh proyek lebih banyak dibandingkan akhir 2021 lalu. Doctors for the Environment menyerukan penggunaan bahan bakar fosil diakhiri, subsidi bahan bakar fosil dihapus dan iklan bahan bakar fosil dilarang.

Mereka juga mendorong larangan penggunaan plastik sekali pakai.

"Serupa dengan mengatasi dampak kesehatan dari tembakau dengan berhenti merokok, untuk mengatasi masalah kesehatan akibat bahan bakar fosil kita harus berhenti menggunakan batu bara, minyak dan gas," kata Wylie.

Kepala ilmuwan Superpower Institute dan profesor gas rumah kaca University of Melbourne Peter Rayner mengatakan meskipun laporan tersebut merupakan ringkasan yang baik dari kondisi ilmu pengetahuan saat ini. Namun jika melihat ke masa depan, laporan tersebut “hampir meremehkan risiko” pembakaran bahan bakar fosil dengan laju yang ada saat ini.

Ia mengatakan seiring berjalannya waktu, dampak-dampak bahan bakar fosil pada kesehatan akan semakin memburuk. Sebagian karena bahan bakar fosil terus meningkat, tetapi juga karena bagaimana bahan bakar fosil berdampak kesehatan semakin dipahami.

Ryner mengatakan jika ada penelitian lain dalam tiga atau empat tahun ke depan maka dampak-dampaknya akan semakin buruk. Namun menurut Ryner hal ini bisa diperbaiki.

"Bila mulai dari sekarang kita memangkas proyek-proyek bahan bakar fosil maka dampaknya pada kesehatan akan segera terlihat," kata Ryner.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement