EKBIS.CO, BADUNG -- Peneliti minyak nabati global dari Oil World Thomas Mielke mengatakan produksi sawit dunia diprediksi akan mengalami penurunan selama 10 tahun ke depan dengan rata-rata hanya 1,7 juta ton per tahun hingga 2030. Berbeda dengan kondisi sebelumnya, yakni periode 2010 hingga 2020 di mana kenaikan produksi rata-rata mencapai 2,9 juta ton.
Sementara itu, kata Thomas, konsumsi minyak nabati global selama 10 tahun ke belakang terus mengalami peningkatan signifikan. Terutama untuk kebutuhan makanan, energi dan oleokimia.
"Dengan perkiraan yang ada ini, diproyeksikan akan terjadi defisit produksi global pada 2024, maka diprediksi akan terjadi kenaikan harga minyak nabati," kata Thomas pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Badung, Bali, Sabtu (4/11/2023).
Sementara itu, kata dia, sawit Indonesia telah menyumbang 54 persen dari ekspor dunia. Namun penurunan produksi sawit membuat daya saing minyak nabati tersebut di pasar global menjadi memburuk. Dia memprediksi penurunan ekspor masih akan terjadi selama dua tahun ke depan seiring dengan turunnya produksi Indonesia.
Thomas menjabarkan sebanyak 20 persen kebutuhan oils dan fats dunia digunakan untuk sektor energi terbarukan, seperti biodiesel dan sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun yang lain. Produksi biodiesel pada 2023 mengalami kenaikan hingga 57 juta ton dan sebanyak 10,5 juta ton di antaranya adalah produksi biodiesel Indonesia.
"Peningkatan yield per hektare di tengah keterbatasan lahan akibat adanya kebijakan moratorium harus segera dilakukan jika Indonesia tetap ingin menjadi produsen dan eksportir sawit terbesar di dunia," kata Thomas.