EKBIS.CO, MOSKOW-- Ketika produsen minyak terbesar di dunia mempertimbangkan pengurangan pasokan lebih lanjut, Rusia hanya memiliki sedikit insentif untuk melakukan perubahan radikal karena pendapatan energinya kuat, harga minyak lebih tinggi dari perkiraan, dan defisit anggarannya menyempit.
Seperti dilansir dari laman Reuters, Rabu (22/11/2023), para menteri dari OPEC+, yang merupakan kelompok Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, bertemu pada Ahad di Wina, Austria.
OPEC+ akan mempertimbangkan apakah akan melakukan pengurangan pasokan minyak tambahan. Karena produksi minyak mentah di AS, produsen utama dunia, bertahan pada rekor tertinggi, sementara pasar khawatir terhadap penurunan pasokan minyak mentah. Pertumbuhan permintaan, terutama ditopang oleh China, importir minyak nomor satu dunia.
"Saya tidak melihat alasan untuk mengubah sesuatu secara radikal," kata seorang sumber yang dekat dengan pemerintah Rusia yang enggan disebutkan namanya mengenai pertemuan OPEC+ yang akan datang.
Sumber itu menambahkan, masih ada peluang kejutan dalam pertemuan tatap muka tersebut. Arab Saudi, Rusia, dan anggota OPEC+ lainnya telah menjanjikan pengurangan produksi minyak sebesar 5,16 juta barel per hari, atau sekitar lima persen dari permintaan global harian, dalam serangkaian langkah yang dimulai pada akhir 2022.
Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia tidak hanya bertahan, tapi juga menjadi makmur meskipun negara-negara Barat memberlakukan sanksi paling ketat yang pernah dijatuhkan terhadap negara-negara besar, termasuk pembatasan harga minyak Rusia sebesar 60 per barel dolar AS.
Setelah mengalami kontraksi pada 2022, perekonomian Rusia diperkirakan akan tumbuh sekitar tiga persen tahun ini, lebih cepat dibandingkan Amerika Serikat atau zona euro. Kuatnya harga minyak global tahun ini dan meningkatnya penggunaan armada kapal tanker bayangan oleh Moskow berarti bahwa banyak minyak Rusia yang diperdagangkan sebagian besar berada di atas harga minyak negara-negara Barat.
Analis minyak independen yang berbasis di Moskow, Alexei Kokin, mengatakan harga minyak turun dari tingkat sangat nyaman ke tingkat cukup nyaman. "Oleh karena itu, sepertinya tidak ada kebutuhan khusus untuk mengambil tindakan (bagi Rusia). Membiarkan pembatasan produksi sebagaimana adanya adalah pilihan yang dapat diterima," katanya.
Rusia telah menganggarkan harga minyak Ural, kelas minyak andalannya, sebesar 4.788 rubel (53,36 dolar AS) per barel tahun ini. Harga Ural pada hari Jumat turun di bawah batas harga Barat sebesar 60 dolar AS per barel di tengah kenaikan tarif angkutan yang dipicu oleh sanksi baru AS terhadap pemilik kapal dan melemahnya harga minyak global. Namun, harga tersebut masih lebih tinggi dari lima ribu rubel per barel dan pada Selasa kembali melampaui 60 dolar AS per barel.