EKBIS.CO, RIYADH -- Bank Dunia mengingatkan, genosida di Gaza oleh Israel dapat memicu kejutan ekonomi. Di antaranya terkait lonjakan harga minyak hingga 150 dolar AS per barel dan jutaan orang di seluruh dunia akan kelaparan, karena harga pangan lebih tinggi.
Dalam laporan yang diluncurkan pada 30 Oktober lalu, Bank Dunia menjelaskan, sama seperti perekonomian dunia yang bangkit dari gangguan pandemi dan gelombang perang di Ukraina, para ekonom dan analis risiko juga menyadari bagaimana kekejaman Israel dapat menyebabkan perang regional yang lebih luas. Perang baru bisa melibatkan Lebanon, Suriah, Irak, dan bahkan meluas ke Iran.
Maka, perkembangan tersebut diperkirakan berdampak pada pemulihan ekonomi global dan harga komoditas bagi beberapa negara kaya dan miskin. Dalam Commodity Markets Outlook terbarunya, Bank Dunia menekankan, meski perekonomian global berada dalam posisi jauh lebih baik dibandingkan pada 1970-an dalam mengatasi guncangan harga minyak yang besar, namun mereka menyatakan, eskalasi guncangan terbaru ini dapat mendorong pasar komoditas global ke kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pada 1973, anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Arab, yang dipimpin oleh Raja Faisal dari Arab Saudi, mengumumkan embargo minyak terhadap negara yang mendukung Israel selama Perang Yom Kippur. Saat itu, embargo tersebut sangat membebani perekonomian Amerika Serikat (AS) yang semakin bergantung pada minyak asing di bawah pemerintahan Nixon.
“Saat ini, situasinya berubah-ubah. Dampak perang Israel-Hamas akan bergantung pada panjang dan dalamnya konflik serta apakah konflik tersebut meluas ke wilayah yang lebih luas. Maka menarik pihak-pihak lain, sehingga menimbulkan konsekuensi internasional, kemudian berdampak pada rantai pasokan global," ujar Nasser Saidi, mantan menteri ekonomi dan perdagangan Lebanon serta pendiri lembaga konsultan ekonomi Nasser Saidi & Associates seperti dilansir Arab News, Ahad (19/11/2023).
Dalam presentasinya yang bertajuk 'Timur Tengah dalam Dunia yang Terfragmentasi dan Multi-Polar' pada Forum Kerja Sama Timur Tengah Korea ke-19 di Doha pada 5-8 November tahun ini, Saidi menjelaskan soal momentum pertumbuhan global telah melambat secara signifikan pada 2023. Maka, lanjut dia, perang berpotensi semakin memperlambat tingkat pertumbuhan sekaligus meningkatkan tingkat utang publik yang sudah mencapai rekor tinggi hingga masuk ke dalam krisis.
Berdasarkan laporan Bank Dunia tersebut, efek dari genosida oleh Israel, yang dunia barat menyebutnya konflik Israel-Hamas, terhadap pasar komoditas masih terbatas sejauh ini. Secara keseluruhan, harga minyak naik sekitar enam persen sejak konflik itu dimulai. Lalu harga komoditas pertanian, sebagian besar logam, dan komoditas lainnya pun hampir tidak mengalami perubahan.
"Dampak ekonomi global dari perang antara Israel dan Hamas relatif tidak terdengar. Kecuali kita melihat konflik ini menyulut konflik di kawasan ini, kecil kemungkinannya akan ada guncangan besar terhadap pasar global," ujar peneliti senior di Arab Gulf States Institute di Washington Robert Mogielnicki.
Ia menambahkan, perangan ini memang meningkatkan pertaruhan geopolitik di kawasan tersebut. Hanya saja dalam banyak kasus, dampak perkembangan geopolitik terhadap pasar cenderung terbatas dan singkat waktunya.
Walau demikian, beberapa analis memiliki pandangan berbeda. Mereka mengingatkan, genosida Israel yang terus berlangsung dinilai dapat mengancam prospek perekonomian dunia yang sudah rapuh.
Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan, perang di Gaza, Palestina, kini memasuki pekan keenam. Kondisi itu telah mengakibatkan sekitar 1,5 juta warga Palestina mengungsi, 21 rumah sakit tidak berfungsi dan puluhan lainnya rusak parah. Kemudian, 11 ribu lebih warga wafat, serta puluhan ribu lainnya terluka.