EKBIS.CO, JAKARTA -- Centre of Economic and Law Studies (Celios) menilai pemerintah perlu membatalkan larangan penjualan barang impor di bawah 100 dolar AS. Hal ini dikarenakan merugikan pelaku UMKM, bahkan negara.
Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan bukan hanya merugikan pelaku UMKM, juga aturan tersebut berpotensi menghilangkan pendapatan negara.
“Pemerintah harus mencabut larangan penjualan barang import di bawah 100 dolar AS dikarenakan merugikan negara dan UMKM,” ujarnya kepada Republika, Rabu (22/11/2023).
Sementara itu Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) menambahkan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 telah menyebabkan pemutusan hubungan kerja secara massal sektor logistik.
Ketua APLE sekaligus Direktur Utama SKK Logistics Sonny Harsono mengatakan aturan itu justru merugikan negara dan UMKM serta melanggar azas perdagangan internasional yang disepakati WTO.
Sementara dalil menteri perdagangan membuat larangan itu untuk melindungi UMKM."Seluruh anggota APLE sepakat tidak ada korelasi antara pelarangan importasi tersebut dengan UMKM, karena importasi 100 dolar AS juga merupakan sumber bahan baku pendukung bagi UMKM dapat berproduksi dan memiliki nilai tambah," ucapnya.
Sementara fakta yang ada, kata Sonny, sektor logistik justru melakukan pemutusan hubungan kerja massal begitu Permendag tersebut diberlakukan. Pemutusan hubungan kerja terjadi mulai dari perusahaan logistik pergudangan, perusahaan kurir, hingga sektor logistik lain yang terkait dengan pergerakan barang importasi tersebut.
APLE mencatat tidak kurang dari seribu pekerja di bandara dan kurang lebih lima ribu pekerja sektor pendukung lain seperti kurir dan pergudangan menjadi korban atas peraturan tersebut. Selain itu, lanjut Sonny, aturan tersebut juga telah mengakibatkan tutupnya lima perusahaan logistik besar dan penutupan belasan cabang perusahaan kurir serta pergudangan di beberapa daerah.
APLE memperkirakan, kerugian negara hanya dari pajak impor dan PPn saja sekitar Rp 5 triliun per tahun dengan larangan importasi e-commerce tersebut. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari aturan itu tidak jelas perhitungannya.
"Tak ada dasar yang jelas dalam menghitung potensi keuntungan atas ditutupnya importasi e-commerce ke Indonesia dan ini berbanding terbalik dengan kepastian kerugian negara yang di timbulkan. Kerugian negara sekitar Rp 10 triliun per tahun dari sektor yang terdampak langsung," ucapnya.
Maka itu pihaknya telah melakukan pengajuan Judicial Review atas nama pribadi dan beserta seluruh karyawan korban diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 ke Mahmakah Agung (MA). Materi gugatan yang diajukan ke Mahkamah Agung terkait dengan Pasal 19 Ayat 1,2,3 dan 4, khusus mengenai pelarangan importasi di bawah 100 dolar AS.
Dasar gugatannya yakni tidak adanya penelitian atau dasar yang jelas dari pelarangan tersebut berkaitan dengan UMKM. APLE pun beranggapan aturan pemerintah ini perlu dilakukan koreksi.
Menurut Sonny pihaknya telah menyampaikan hal itu kepada Kementerian Koperasi dan UKM dalam beberapa kali sesi audiensi dan disepakati adanya dampak negatif dari ditutupnya importasi resmi e-commmerce yang akan menghancurkan UMKM dikarenakan importasi ilegal.
APLE juga telah mengirimkan surat kepada menteri UKM disertai dengan bukti bukti bahwa pelarangan 13 item busana muslim dua tahun lalu tidak mampu meningkatkan pangsa pasar produksi lokal, yang terjadi justru muncul predatory pricing.
Berdasarkan catatan APLE, sebelum pelarangan harga barang masih hampir sama dengan harga barang produksi dalam negeri, tetapi sekarang sudah lebih murah 10 persen. Menurut Sonny, kurangnya kajian dan pengetahuan lapangan terhadap pembuatan aturan menjadi kelemahan utama dari terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023.