Untuk diketahui, para petani muda tersebut telah mendapatkan banyak pelatihan sesuai minat. Beberapa di antaranya seperti manajemen bisnis, penyusunan proposal, pelatihan budidaya tanaman pangan dan hortikultura, pengolahan pascapanen, pengolahan kopi, peternakan dan lain-lain. Saat ini pihaknya akan terus berusaha mengawal mereka agar terdapat multilayer efek di daerahnya masing-masing.
Di samping itu, Avicenna juga mengungkapkan, sebagian besar peserta yang mengikuti pelatihan petani milenial lebih banyak memilih bidang industri pengolahan pascapanen dan hortikultura kopi. "Tetapi kendalanya memang untuk tanaman pangan khususnya padi, itu keminatan sangat kecil. Kalau tidak salah, tidak sampai 200 orang dari 6.000 orang," jelasnya.
Avicenna tidak mengetahui pasti alasan anak muda tidak berminat mengolah pertanian padi. Namun dia memperkirakan adanya pola pikir bahwa bertani padi berarti menjadi petani sebenarnya. Ditambah lagi, sentuhan teknologi belum masuk di bidang tersebut.
Sebagaimana diketahui, aktivitas petani padi lebih banyak di lahan terbuka seperti membajak sawah dan teknologinya masih tradisional. Kondisi ini tentu menjadi pekerjaan bersama bagaimana caranya regenerasi di bidang pertanian dapat berjalan dengan baik.
"Yang kuncinya menimbulkan keminatan generasi muda untuk terjun di dunia pertanian," kata dia menambahkan.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah petani Indonesia sejak 2013 terus mengalami penurunan. Saat ini, jumlah petani di Indonesia sebanyak 29,3 juta petani, berkurang dari tahun 2013 yang mencapai 31 juta petani. Petani di Tanah Air juga didominasi petani berusia tua.
Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto mengatakan, meski jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) menurun, tapi untuk rumah tangga usaha pertanian (RTUP) naik 8,74 persen. Saat ini, ada 28,4 juta RTUP di Indonesia.