EKBIS.CO, JAKARTA -- Aksi boikot produk pro-Israel yang tengah masif dilakukan sebagian masyarakat dinilai dapat menyebabkan pengurangan karyawan atau PHK. Kondisi itu menjadi kekhawatiran kalangan pengusaha.
Hanya saja, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menilai, saat ini belum berpotensi adanya PHK dalam jumlah besar. Itu karena, penurunan penjualan yang terjadi tidak drastis.
"Pelaku usaha tetap khawatir kalau terus menerus menurun tidak menutup kemungkinan PHK. Saat sekarang belum," ujarnya kepada Republika, Selasa (5/12/2023).
Menurutnya, kalau pun terjadi PHK kemungkinan pada produk restoran cepat saji waralaba. Alasannya, produk yang banyak diboikot masyarakat yaitu restoran tersebut.
"Karena itu suatu kebutuhan tersier, makanan tapi makanan berhibur. Bukan yang dikonsumsi sehari-hari, tidak setiap hari harus ke restoran waralaba, jadi lebih mudah (memboikotnya)," tutur Faisal.
Hanya saja, kata dia, tidak mudah memboikot produk yang digunakan sehari-hari seperti alat rumah tangga, kebersihan, sabun, sikat gigi, dan lainnya. Maka menurutnya, masyarakat lebih memilah jika ingin memboikot berbagai produk itu.
"Bukan tidak mungkin, tapi lebih effort. Tidak semua masyarakat melihat jeli produk-produk tersebut secara hati-hati," katanya.
Seperti diketahui, aksi boikot dilakukan sebagai solidaritas sekaligus perlawanan terhadap Israel yang telah melakukan pembantaian terhadap warga Palestina. Pembantaian itu pun menyebabkan puluhan ribu korban termasuk wanita dan anak-anak.