EKBIS.CO, JAKARTA -- Banyak negara yang kini membuat regulasi untuk memastikan produk kayu yang masuk bersumber dari pengelolaan hutan lestari dan bukan dari deforestasi. Untuk menghadapi tren tersebut, penguatan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) terus dilakukan.
"Untuk semakin memperkuat legalitas dan keterlacakan bahan baku kayu, dilakukan interkoneksi sistem informasi," ujar Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Krisdianto.
Menurut dia, untuk meningkatkan keberterimaan SVLK kampanye positif SVLK dan soft diplomacy juga dilakukan bersamaan dengan promosi dan peningkatan kerja sama internasional. "Selain untuk pasar-pasar kunci seperti Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat, SVLK juga menjadi bekal untuk Indonesia membuka akses pasar baru," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menyatakan pihaknya mendukung penuh upaya promosi dan diplomasi SVLK. Menurut dia, SVLK terbukti meningkatkan akuntabilitas dan transparansi yang berdampak pada perbaikan tata kelola hutan di Indonesia.
"Dengan SVLK kita berhasil menekan pembalakan liar sampai titik terendah dan memperlambat laju deforestasi," ujar Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) itu.
Secara tidak langsung, SVLK juga mendukung capaian FOLU Net Sink 2030 dengan menekan laju deforestasi dan pembalakan liar serta memperluas pasar kayu legal. Indroyono juga mengungkapkan promosi dan kerja sama dengan asosiasi-asosiasi importir kayu di Negara-negara tujuan saat ini terus dilakukan dengan fasilitasi dari Kedutaan Besar RI di negara tujuan ekspor.
Salah satu yang dilakukan oleh asosiasi adalah melakukan komunikasi dan penjajakan pasar dengan salah satu grup perusahaan terbesar di Timur Tengah, di sela Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC, Dubai Uni Emirat Arab. Harapannya, menurut dia, Dubai bisa menjadi Hub untuk perdagangan kayu Indonesia di Timur Tengah, bahkan ke pasar global.